Sabtu, 05 Mei 2012

Intelektual Kampus Lebih Banyak Bicara Daripada Melakukan Pergerakan

Jakarta, (Suara LSM) - Pengamat Politik, Bima Arya Sugiarto mengkritik gerakkan mahasiswa saat ini. Dia melihat. Para intelektual kampus dinilai lebih banyak bicara daripada melakukan pergerakan. Hal ini diungkapkan pengamat politik, Bima Arya Sugiarto tentang gerakkan mahasiswa saat ini.
Menurut Bima, gerakan mahasiswa tidak mesti turun kejalan. Karena tujuan gerakan mahasiswa sejatinya gerakan perubahan.


Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Dicontohkannya, angkatan mahasiswa tahun 80. Mereka lebih banyak melakukan gerakan dengan mendekati masyarakat, melakukan pemberdayaan.
“Fadjroel dan kawan-kawan itu, dahulu melakukan rekayasa sosial, melakukan pemberdayaan masyarakat. Saya mempertanyakan mau kemana gerakan mahasiswa sekarang,” kata Bima di dalam diskusi bertajuk: Mencari format reposisi gerakan mahasiswa yang ideal dan konstruktif untuk Indonesia, di Hotel Mega Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat belum lama ini.



Di mata Bima, mahasiswa sekarang banyak melakukan gerakan dengan turun ke jalan. Pilihan itu tidak salah. Tapi sayangnya, isu yang diangkat cenderung politis dan sudah ditunggangi.
Seharusnya, bila ingin mewujudkan perubahan dengan turun ke jalan, isu yang diangkat harus selaras dengan masalah besar dihadapi rakyat seperti ketidakadilan hokum dan ekonomi.
Dia mengingatkan, gerakan mahasiswa dan rakyat itu saling keterkaitan. Semua gerakan mahasiswa tidak membela kepentingan rakyat maka gerakan mahasiswa tidak akan besar. Begitu sebaliknya, bila rakyat bergerak sendiri tidak ditemani mahasiswa maka gerakan rakyat juga tidak ampuh.
Bima berharap, mahasiswa melakukan gerakan untuk mewujudkan tiga perubahan yakni bidang cultural, structural, dan actor. Bidang cultural, mahasiswa menyampaikan kampanye nilai-nilai untuk membenahi kebobrokan moral bangsa. Bidang structural, mengkritisi peraturan yang tidak baik. Karena banyak yang berpandangan bila aturan baik maka Negara juga akan membaik. Dan bidang actor, menyoroti masalah penyelenggaraan Negara. Mahasiswa harus mengawal agar penyelenggaraan Negara tidak menyimpang.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Batavia Raya, Rahmat Sholeh menyambut baik kritik tersebut. Rahmat mengajak mahasiswa untuk merumuskan gerakan agar ada hasil nyata yang bisa dirasakan masyarakat.
Dia berpendapat, mahasiswa harus mengimbangi gerakan politik dengan gerakan moral. “Dalam melakukan gerakan, mahasiswa harus hadir merasakan kegelisahan masyarakat,” katanya.
Bekas Ketua Umum gerakan Mahasiswa Katolik Indonesia (GMKI), Goklas Nababan mengharapkan mahasiswa dapat berbuat banyakterhadap nasib bangsa . “Mahasiswa itu agen perubahan. Harapan bangsa ini ada ditangan mahasiswa,” imbuhnya.
Goklas menyarankan mahasiswa agar memahami persoalan bangsa secara matang sebelum melakukan gerakan. Hal ini bisa dilakukan dngan membaca keresahan masyarakat. Dengan demikian, mahasiswa mengetahui memulai darimana sebuah gerakan. (*)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar