Rabu, 27 Juni 2012

DPR Seharusnya Malu Sama PKL

Jakarta, (SUARA LSM) - DPR seharusnya malu sama pedagang kaki lima yang mau menyumbangkan dana Rp. 1 juta untuk pembangunan gedung KPK yang baru.  Walau akhirnya sumbangan tersebut ditolak KPK. Namun hal itu ‘menampar’ anggota dewan yang menolak pembangunan gedung baru KPK. 
Presiden PPKLI Hermansyah menyatakan, jumlah Rp 1 juta adalah sumbangan pertama dari 54 juta PKL di seluruh Indonesia. Herman mengatakan, kelompoknya akan menyumbang total Rp 162 miliar yang didapat dari hasil urunan 54 juta PKL Indonesia sebanyak Rp 1.000 selama tiga hari.
“Sesuai harapan KPK untuk terus berjuang, bekerja keras membasmi korupsi dan jangan mau terhalang tingkah DPR atau Setneg atau pihak-pihak lainnya yang alergi dengan KPK,” kata Herman di Gedung KPK. 
Seperti diberitakan sebelumnya di media massa Komisi III DPR belum juga menyetujui anggaran pembangunan gedung KPK sebesar Rp 225,7 miliar. Berbagai alasan dikemukakan oleh Komisi III untuk menolak anggaran ini. Misalnya soal status KPK, sejumlah anggota Komisi merasa pembangunan gedung belum perlu karena status KPK hanya bersifat ad hoc.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, mengatakan, DPR telah memblokir anggaran Komisi Antikorupsi. Blokir anggaran, kata Uchok, sama saja berarti DPR menggerogoti kinerja Komisi Antikorupsi.
Uchok mengatakan, dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012, alokasi anggaran Komisi Antikorupsi yang diblokir DPR sebesar Rp 70,7 miliar. Alokasi itu terdiri dari pembebasan tanah Rp 9,7 miliar dan pembangunan gedung KPK Rp 61 miliar.
"Dihambatnya pembangunan gedung KPK ini memperlihatkan Komisi III tidak menginginkan kinerja KPK meningkat untuk pemberantasan korupsi," kata Uchok di Jakarta, Senin (25/6).
Anggota DPR Komisi III Fraksi Golkar Bambang Soesatyo membantah Komisi III DPR menghambat anggaran pembangunan gedung baru KPK. Sebaliknya, kata Bambang, Komisi III DPR sebagai partner KPK justru sangat memahami kebutuhan-kebutuhan KPK.
"Tetapi persoalannya, rapat pleno Komisi III pada masa persidangan yang lalu, sembilan fraksi melalui juru bicara fraksi masing-masing menyampaikan pendapatnya untuk sepakat ditunda. Termasuk Fraksi Partai Demokrat dan Gerindra. Semua terdokumentasi dalam notulen dan keputusan rapat," kata Bambang Soesatyo.
Menurut Bambang, salah satu concern komisi III saat itu adalah status KPK sebagai institusi ad hoc. Karena statusnya yang ad hoc, sambung Bambang, muncul pemikiran apakah tidak lebih baik memanfaatkan gedung-gedung pemerintah yang banyak kosong dan tidak terpakai atau gedung-gedung sitaan BPPN yang juga banyak menganggur.
"Membangun gedung baru KPK tentu memerlukan waktu yang cukup lama ketimbang merenovasi dan memanfaatkan gedung menganggur yang ada," ujarnya.
Meskipun demikian, lanjut Bambang, jika memang KPK bersikeras hendak membangun gedung sendiri, tentu saja hal ini memerlukan pembahasan lagi di Komisi III. Termasuk rencana KPK menggalang dana dari masyarakat juga bagus-bagus saja.
"Tapi, perlu dipikirkan dampaknya jika kemudian langkah itu diikuti lembaga lain seperti TNI, Polri, MA, MK, KY, BIN, PPATK, lembaga kepresidenan, dan bahkan DPR atau DPD. Pasti akan gaduh sekali republik ini manakala negara tidàk memenuhi keinginan anggaran mereka," ujarnya. (Tim) 

0 $type={blogger}:

Posting Komentar