Jumat, 15 Juni 2012

Fadjroel Rachman, Tokoh Muda yang Progresif dan Kritis

Jakarta, (SUARA-LSM) -  Fadjroel Rachman merupakan pria kelahiran Banjarmasin pada17 Januari 1964. Beliau adalah seorang peneliti, penulis, pengamat politik dan aktivis mahasiswa tahun 1980-an. Saat ini aktif mengembangkan Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara  esejahteraan (Pedoman Indonesia) atau Research Institute of Democracy and Welfare State, dan kerjasama  internasional di jaringan Southeast Asian Forum for Democracy, dan Asia Pacific YouthForum (Tokyo).
     Beliau pernah aktif di Forum Demokrasi, Konfederasi Pemuda dan Mahasiswa Sosialis Indonesia (KPMSI), dan Masyarakat Sosialis Indonesia (MSI/Ketua Badan Pekerja). Kandidat (42 besar) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Sejumlah penelitian dan artikelnya dibukukan bersama seperti Social Democracy Movement in Indonesia (FES, 2001), May Revolution and Mass Media (Gramedia, 2001), dan Soetan Sjahrir: Guru Bangsa (PDP Guntur 49, 1999).
    Semasa menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Bang Fajroel dipenjarakan di LP Nusakambangan oleh rezim Orde Baru. Ia secara konsisten menentang pemerintahan Orde Baru yang sarat KKN dan mengekang hak suara masyarakat. Fadjroel bersama lima rekannya dipindah-pindah dari penjara satu ke penjara lainnya. Dari tahanan Bakorstanasda, ia dipindah ke penjara Kebonwaru, lalu ke Nusakambangan, dan terakhir di Sukamiskin.
Aktivisme

    Fadjroel Rachman pernah kuliah di Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), Program Pascasarjana FE Universitas Indonesia Bidang Manajemen Keuangan dan Moneter, dan saat ini sedang menempuh program S3 di Program Pascasarjana FE UI (2008).
    Pergaulan dengan buku-buku itu mengantarkan pergaulannya dengan sejumlah budayawan dan intelektual seperti almarhum Soebadio Sastrosumitro, Mochtar Lubis, dan Soedjatmoko. Atas usulan Soedjatmoko pula ia terlibat dalam Forum Pemuda AsiaPasifik di Tokyo sampai sekarang. Pada tahun 1987-1989, tiga tahun setelah kuliah, Fadjroel bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa lainnya melakukan advokasiuntuk petani Kacapiring dan Badega.
    Masih pada masa represif Soeharto, ia ditunjuk menjadi komandan lapangan dalam aksi long march sejauh 60 kilometer dari Kampus ITB menuju Cicalengka. Aksi itu sempat dibubarkan oleh polisi dengan menghujani peserta aksi dengan peluru karet.
    Fadjroel bersama kawan-kawannya juga beraksi menolak kedatangan Rudini yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Buntutnya Fadjroel bersama lima rekan lainnya ditangkap. Mereka mendekam di ruang tahanan Bakorstranasda selama satu tahun sebelum akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Ia terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut penurunan Soeharto dan menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan.
    Di balik empat penjara yang dijalaninya, Fadjroel menulis puisi. Puisi-puisi yang dituliskan di balik terali penjara itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah. Mochtar Lubis berminat menerbitkan puisi-puisi yang tercantum dalam pledoinya, kecuali dua puisi yang dianggap terlalu keras pada waktu itu.
Karier dan gerakan mahasiswa 1998
    Ia memilih meniti karier sebagai asisten manajer di Grup Bukaka, tetapi hanya bertahan selama tiga tahun. Ia kemudian merintis usaha sendiri bersama kawan-kawannya sembari melanjutkan aktivisme dan melanjutkan kuliahnya di pascasarjana Universitas Indonesia (UI) bidang studi ekonomi. Ia kembali terjun menjadi aktivis dengan statusnya sebagai anggota presidium Forum Wacana UI, bersama ribuan mahasiswa, kembali menuntut Soeharto turun dari kekuasaannya pada tahun 1998.
Kegiatan
    Di ITB, aktif dalam kegiatan sastra, pers, kebudayaan, dan kelompok studi, antara lain: Presiden Grup Apresiasi Sastra (GAS), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyakatan (PSIK), Kodim Sabtu (Kelompok Diskusi Mahasiswa Sabtu), Badan Koordinasi Unit Aktifitas (BKUA) ITB, Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM) ITB, Majalah Ganesha ITB (Pendiri dan Ketua Dewan Redaksi), serta Kelompok Sepuluh Bandung.
    Pada tanggal 28 Oktober 2007 bertempat di di Gedung Arsip Nasional, Jl. Gajah Mada, Jakarta Barat, Jakarta Fadjroel Rachman bersama dengan teman-temannya mendeklarasikan Ikrar Kaum Muda Indonesia dengan tema sentral “Saatnya Kaum Muda Memimpin.”
Buku dan karya
1. Democracy without The Democrats (Friedrich Ebert Stiftung)
2. Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat – May Revolution and Mass Media (Penerbit Gramedia, 2001)
3. Antologi puisi Dongeng untuk Poppy (Penerbit Bentang, 2007) menjadi finalis Khatulistiwa Literary Award 2007, dan dianugerahi 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008
4. Antologi Puisi Sejarah Lari Tergesa dinominasikan pada Khatulistiwa Literary Award 2005. Antologi puisinya Sejarah Lari Tergesa (GPU, 2004) menjadi nominator Khatulistiwa Literary Award 2005.
5. Karya-karya lainnya, Catatan Bawah Tanah (YOI, 1993), Pesta Sastra Indonesia (Kelompok Sepuluh, Bandung, 1985), Dunia Tanpa Peta (Novel, proses penerbitan) dan Republik Tanpa Publik (Pledoi, proses penerbitan).
Deklarsi Capres 2009
    Fadjroel Rachman berusaha menciptakan sistem politik demokrasi yang lebih sehat. Meskipun ia diminati oleh beberapa partai untuk mencalonkan dirinya lewat parpol, Fajroel tetap konsisten mencalonkan diri sebagai Capres Independen. Meskipun ia sulit menang (dana kurang, tidak ada mesin politik partai), Fajroel tetap maju Capres demi mengedukasi masyarakat bahwa setiap warga berhak menjadi pemimpin dan Presiden bisa berjalan dengan baik tanpa harus digerogoti DPR.
    Sebagai Capres, Fajroel Rachman mengagendakan beberapa program yang progresif yakni pemberantasan korupsi, “Saya akan usut tuntas kasus dana BLBI yang merugikan triliunan rupiah uang negara serta mengusut dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto yang nilainya mencapai miliaran dolar AS,” katanya.
    Selain itu, ia akan menasionalisasi aset strategis yang dikuasai perusahaan asing khususnya di bidang pertambangan dan telekomunikasi.
Sumber : Wikipedia dan Ant

0 $type={blogger}:

Posting Komentar