Sabtu, 30 Juni 2012

Ketua Majelis Hakim Sakit, Vonis Korupsi PT Askrindo Ditunda

Jakarta, (SUARA LSM) -  Dua terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT Askrindo, seharusnya mendengarkan putusan hari ini. Namun karena ketua majelis hakim baru saja menjalani operasi, sidang pembacaan vonis pun ditunda.


"Bisa dimaklumi? Kita tunda sampai dengan 5 Juli 2012 pukul 09.00 WIB," ujar Ketua Majelis Hakim, Pangeran Napitupulu, di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Kamis (28/6/2012).


Pantauan detikcom, Pangeran memang terlihat lemas saat memimpin jalannya persidangan. Ia mengaku baru saja menjalani operasi jantung pekan lalu dan belum fit hingga saat ini.


"Cincin di tangan ada 2. Di jantung saya udah 5. Kalo nambah lima lagi, dipanggil saya. Katanya kalau sudah 10 kan udah meninggal," seloroh Pangeran.


Jaksa Esther P Sibuea, terdakwa Zulfan Lubis dan Rene Setiawan hingga kuasa hukum dari mereka berdua pun setuju agar sidang ditunda.


Sebelumnya, Rene didakwa memperkaya orang lain oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Surat dakwaan dibacakan tim penuntut umum Kejati DKI Jakarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (27/2) lalu.


Jaksa menguraikan, sewaktu Rene menjabat sebagai Direktur Keuangan Askrindo, sekitar 2004, perusahaan asuransi pelat merah itu menjadi penjamin L/C yang diterbitkan PT Bank Mandiri Tbk pada empat perusahaan yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah. Seperti diketahui, Askrindo adalah perusahaan asuransi kerugian yang dibentuk berdasarkan PP No 1 Tahun 1971.


Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah tersebut tak mampu membayar L/C pada Bank Mandiri. Sehingga Askrindo harus membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri.


Sedangkan Mantan Kepala Divisi Keuangan dan Akuntansi PT Asuransi Kredit Indonesia (Aksrindo), Zulfan, didakwa korupsi dan pencucian uang terkait penerbitan Promissory Notes (PN) dan Medium Term Notes (MTN) kepada empat perusahaan yang dijaminnya.


Kemudian Rene dan Zulfan selaku Kadiv Investasi, berupaya agar jaminan yang dibayarkan pada Bank Mandiri kembali ke kantong Askrindo. Pilihannya adalah menerbitkan Promissory Notes (PN) dan Medium Term Notes (MTN) atas empat nasabah itu.


Tapi, lagi-lagi empat nasabah itu tak mampu membayar PN dan MTN yang diterbitkan Askrindo. "Oleh keduanya bersama pejabat Askrindo lain, disepakati Askrindo memberikan investasi pada empat nasabah," tukas Esther.


Tujuannya agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri atas empat nasabah, kembali ke kas Askrindo. Namun karena ada peraturan bahwa Askrindo dilarang memberikan investasi langsung pada korporasi lain, apalagi nasabah, maka diputuskan upaya itu dilakukan melalui jasa Manajer Investasi.


Menurut penuntut umum, dana investasi tersebut yang seharusnya dikembalikan pada Askrindo hanya Rp 5 miliar dalam bentuk KPD. Ditambah, Rp 4 miliar hasil penerbitan obligasi. (net)


0 $type={blogger}:

Posting Komentar