Kamis, 21 Juni 2012

Penyelesaian Papua Jangan Sebatas Seremonial

JAYAPURA, (SUARA LSM) - Pemerintah diingatkan tak menggunakan cara-cara lama yang bersifat seremonial dalam menyelesaikan masalah Papua, yang eskalasinya terus meningkat akhir-akhir ini. Tapi, harus benar-benar disertai langkah kongkret merealisasikan semua tuntutan orang Papua secara cepat dan tepat waktu.   

“Sikap para pejabat tinggi dari Jakarta, yang kalau terjadi ledakan kekerasan di Papua, langsung terjun ramai-ramai ke Papua dengan alasan hendak berdialog dengan masyarakat. Itu hanya bentuk pertunjukan yang sangat menjenuhkan. Para pejabat itu hanya datang untuk  dengar, lihat, dan pulang lagi ke Jakarta, tanpa ada kepastian penyelesaian masalah seperti dituntut rakyat Papua,” tegas Direktur Aliansi Demokrasi Untuk Papua, Latifa Anum Siregar, kepada SP, Rabu (20/1) di Jayapura.   

Latifa menyampaikan kritikannya tersebut, terkait kunjungan Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Timur Pradopo, Panglima TNI Agus Suhartono, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman ke Papua, Senin-Selasa (18-19/6).   

Menurut Latifa,  sebenarnya sudah ada mekanisme hukum dan pemerintahan yang bisa dijalankan, sehingga kalau terjadi kasus kekerasan, tak mesti para pejabat Jakarta yang serta-merta datang ke Papua, apalagi tanpa solusi yang jelas.   “Ini hanya buang-buang biaya, dan membuat rakyat makin kesal,” tandasnya.   

Ia menilai, para pejabat itu menyatakan Papua sudah aman dan kondusif, padahal kenyataannya rakyat Papua sedang diliputi ketakutan dengan berkeliarannya para penembak misterius. “Tak ada jaminan rasa aman dan tak berani sembarang keluar rumah apalagi malam hari,” ujarnya lagi. 

Menurut Latifa, pemerintah seharusnya mempercepat dialog, yang melibatkan seluruh komponen orang Papua dan pemerintah secara komprehensif. “Selama tak ada dialog, kekerasan termasuk di dalamnya stigmatisasi orang Papua sebagai pelaku separatis, akan terus  terpelihara. Selain itu membuat hubungan Jakarta dan Papua semakin suram,” tandasnya.   

Di Jakarta, Djoko Suyanto mengatakan, situasi di Papua sudah pulih kembali seusai kerusuhan di Kota Jayapura, Kamis (15/6) lalu. Namun ia menegaskan, masih ada kecemburuan sosial antara pendatang dan penduduk asli.

"Situasi dan masyarakat sudah berjalan seperti biasa. Aktivitas masyarakat dan lalulintas arus manusia dan barang sudah pulih kembali. Tetapi, masih ada kecemburuan antara penduduk asli dan pendatang," kata Djoko melalui pesan singkat kepada SP, Selasa (19/6).   

Sementara Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Felix Wanggai mengatakan, kunjungan Menko Polhukam bersama  Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN di Jayapura, Timika, dan Manokwari, memiliki pesan yang bermakna bagi masyarakat Papua. Tokoh-tokoh masyarakat menilai kunjungan itu membawa  nilai kesejukan. 

Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua DPR Papua, Jhon Ibo, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib, Penjabat Gubernur Papua, Syamsul Arif, dan sejumlah wakil dari kalangan adat, agama, dan paguyuban dari berbagai etnis di Indonesia, Senin (18/6) malam, katanya, disepakati antara lain, Papua Tanah Damai adalah komitmen dan tugas bersama, baik pemerintah maupun rakyat Papua. Pemerintah serius untuk mengungkap kasus-kasus penembakan yang terjadi di tanah Papua.   

Seiiring dengan perkembangan kemajuan di Papua dalam 10 tahun terakhir ini, membawa dampak pula dalam perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat. Tantangan yang dihadapi adalah mengelola relasi sosial yang harmonis antarkelompok-kelompok sosial di Tanah Papua, termasuk relasi rakyat Papua dan pemerintah.   

Disepakati pula bahwa Otonomi Khusus (Otsus) Papua perlu dipertahankan. Namun, diperlukan perbaikan dalam level impelementasi.   Untuk itu, simpul-simpul yang masih macet di level pusat dan di daerah perlu dipecahkan. Tokoh-tokoh masyarakat menyoroti perlu percepatan peraturan-peraturan pendukung otsus.(net)  

0 $type={blogger}:

Posting Komentar