Senin, 18 Juni 2012

Pilkada DKI Jakarta Minim Sosialisasi

JAKARTA, (SUARA LSM) - Satu bulan jelang Pilkada DKI Jakarta, ternyata 57,9% warga di DKI Jakarta tidak mengetahui secara tepat jadwal pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.   

Hal ini terungkap dalam Hasil Survei Aspirasi Warga Tentang Pemilukada DKI Jakarta 2012 dan Masalah Kota Jakarta yang dilakukan Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia. Puskapol UI melansir survei yang dilakukan kepada 594 orang di lima wilayah Ibu Kota (kecuali Kepulauan Seribu) dengan teknik Multistage Stratified Random Sampling.  

Direktur Eksekutif Puskapol UI Sri Budi Eko Wardani mengungkapkan, kinerja KPU Provinsi DKI Jakarta dinilai masih lemah dalam melakukan sosialisasi kepada pemilih. Prosentase pemilih yang tidak mengetahui secara tepat jadwal pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah sebesar 57,9%.   

“Sumber informasi dalam sosialisasi pelaksanaan pemilukada terbesar berasal dari televisi dengan prosentase sebesar 52,8%. Tidak cukup banyak sosialisasi KPU Provinsi DKI Jakarta tentang proses dan tahapan Pilkada dalam bentuk iklan layanan masyarakat," ujar Sri Budi Eko Wardani dalam acara “Pemaparan Hasil Survei Puskapol UI tentang Pilkada DKI Jakarta, di Jakarta, Senin (11/6).   

Sementara itu, hanya seperempat (25%) responden yang mengaku mendapat informasi dari baliho danspanduk KPU Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan sisanya, mendapat informasi dari brosur, koran, internet, dan majalah.   

Antusiasme warga DKI Jakarta terhadap Pilkada juga masih minim. Sebanyak 61,5% warga mengaku tidak yakin dengan janji dan program kampanye pasangan cagub dan cawagub.  “Responden juga pesimis bahwa hasil Pilkada akan membawa dampak positif bagi perubahan kondisi yang lebih baik bagi kehidupan mereka,” tutur Sri.   

Meski demikian, dari hasil survei Puskapol ternyata warga DKI Jakarta tetap antusias untuk datang memilih pada hari-H pemilihan. Ini dibuktikan dari hasil survei bahwa sebanyak 94,5% pemilih bersedia datang dan memilih pada hari pemilihan.   

Siapa yang akan mereka pilih, Sri mengungkapkan, tak melulu program yang menjadi pertimbangan mereka memilih cagub dan cawagub. Dari 94,5% warga yang mengaku memilih, ternyata 73,6% responden mengaku menetapkan faktor-faktor non program sebagai patokan untuk menentukan pilihan politik.   

“Faktor-faktor tersebut seperti kedekatan, persamaan agama, pengalaman, figur, dan kesamaan suku. Program tak terlalu menonjol. Bisa juga diartikan bahwa program-porgram para pasangan calon masih kurang dipahami dan tidak aplikatif di masyarakat. Jadi mereka lebih memilih dari faktor non program tadi,” katanya. 

Tak hanya mengeluh, dari hasil survei ini, Puskapol juga menampung solusi untuk masalah Jakarta dari warganya. Untuk menangani kemacetan misalnya, warga mengajukan solusi dengan pembatasan kendaraan, penambahan transportasi, dan pembangunan sarana jalan.   

Sedangkan untuk kesejahteraan adalah dengan cara membuka lapangan kerja, pengaturan subsidi, pengaturan harga sembako, dan jaminan kesehatan. Untuk masalah banjir adalah dengan pembersihan sungai dan saluran air, perbaikan tata kota, dan pengelolaan sampah. Pendidikan dan sekolah gratis, jaminan kesehatan, dan pengobatan gratis menjadi solusi untuk masalah pendidikan dan kesehatan.   Melihat warga DKI Jakarta yang masih terlalu pasif, maka seluruh masyarakat termasuk media massa harus mendorong warga untuk mengenali pilihan program dan kandidat di sisa waktu jelang pelaksanaan pemilihan.   

Selain itu, KPU Provinsi DKI Jakarta diminta meningkatkan kinerja sosialisasi Pilkada terhadap warga. Besarnya warga yang tidak tahu jadwal pelaksanaan Pilkada harus menjadi perhatian KPU Provinsi DKI Jakarta. Adanya money politics pun harus diwaspadai.   

Di tempat terpisah, KPK mengajak masyarakat untuk dapat memilih cagub maupun cawagub yang antikorupsi dalam Pilkada DKI Jakarta. “Pemimpin Jakarta yang terpilih harus berintegritas dan yang pasti harus anti korupsi. Dengan demikian, pemimpin tersebut nantinya dapat membangun Jakarta,” kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, di Jakarta, Minggu (10/7).   

Dalam Pilkada DKI Jakarta kali ini, sekitar 39 % pemilih pemula akan mengikuti pemilihan umum. Oleh sebab itu, penanaman untuk memilih calon yang berintegritas patut dilakukan agar kedepannya Jakarta menjadi wilayah yang bebas dari praktik-praktik korupsi.   Pada kesempatan ini, KPK juga memberikan masukan kepada pemilih pemula untuk menjadi pemilih yang berintegritas. KPK juga mengundang seluruh pasangan calon untuk menandatangani fakta integritas, dan melakukan perjanjian dengan seluruh fungsi negara untuk dapat bekerjasama dengan KPK guna mengawal dan menjaga Pilkada agar jauh dari korupsi dan praktik uang.   

Sementara itu, KPU Provinsi DKI Jakarta akan menandai atau memberikan tanda bintang untuk pemilih yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda. Surat Keputusan (SK) tentang Pedoman Pemungutan dan Penghitungan Suara dikeluarkan  pada Senin (11/6). “SK ini akan menjadi payung hukum bagi langkah KPU Provinsi DKI Jakarta untuk menandakan pemilih ganda dengan menahan salah satu kartu pemilih. Tujuannya agar pemilih ganda tersebut tidak dapat memilih di dua tempat,” ujar Ketua Pokja Pendataan Pemilih KPU Provinsi DKI Aminullah.   

SK Pedoman Pemungutan dan Penghitungan Suara akan merevisi Peraturan KPU No13/2009. Dalam SK tersebut akan diatur penandaan bagi pemilih ganda, sesuai dengan kesepakan dari para enam tim sukses pasangan calon untuk menandai Daftar Pemilih Tetap (DPT).  Penandaan akan dilakukan lewat sistem komputer. Ditargetkan dimulai Selasa (12/6), penandaan juga akan terus dilakukan hingga H-1 pemungutan suara. SK tersebut dapat membantu pemutakhiran data pemilih yang terindikasi ganda. Saat ini, Panwaslu menemukan data sekitar 44 ribu nama pemilih yang terindikasi ganda.(net)    

0 $type={blogger}:

Posting Komentar