Jumat, 01 Juni 2012

Pohon Pisang Simbol Perlawanan Jalan Berlubang

Paser (Suara LSM) - Banyaknya janji-janji yang dilontarkan dalam kampaye tiap-tiap kepala daerah hingga saat ini dirasa masih belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat pemilih secara cepat dan tuntas, hingga keluhan demi keluhan sering terdengar terlontar dari bibir kalangan masyarakat bawah.
Didin, salah anggota Pandu Lingkungan Hidup Indonesia (PLHI) Paser merasa kecewa dengan sikap pemerintah yang dinilai lebih hobi lempar-melempar tanggungjawab dan kewenangan antara pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota. hingga persoalan perbaikan jalan untuk kenyamanan dan keamanan pengendara, khususnya pengendara roda dua di malam hari tidak kunjung teratasi.
“Jika pola pemerintah dalam menjawab masalah prolematika jalan selalu mengunakan cara bermain pimpong, maka yang sengsara adalah masyarakat pengguna jalan, khususnya mereka masyarakat disekitar jalan rusak dan mereka para pengguna roda dua yang jalan di malam hari karena rentan terbalik akibat penerangan ruas jalan luar kota yang tak bersahabat dan jalan yang buruk”. Ujar Didin.
Disinggung mengenai adanya korban dijalan yang buruk, Didin mengatakan sedikitnya di tahun ini saja (tahun 2012. ret), lebih tiga orang tewas akibat kecelakaan melewati jalan-jalan yang rusak dan berlobang di sekitar perlintasan Paser- Penajam, khususnya wilayah Kecamatan Kuaro dan Longkali.
“Selain tiga orang yang dengar meninggal, empat orang rekan saya, juga pernah terjatuh akibat motor yang dikendarainya terperosok kelubang jalan yang memang tidak terlalu besar namun cukup banyak dan dalam-dalam” papar Didin.
Dari pantauan lapangan (Suara LSM, red) jalan rusak dan berlubang-lubang parah pada jalur trans Katim-Kalsel, sangat dirasakan mulai dari wilayah sepaku Kabupaten Penajam Utara hingga sotek, kemudian rusak lagi mulai wilayah Paser kaltim hingga masuk wilayah perbatasan Kalsel. Dan kerusakan ini diperkirakan karena banyaknya kendaraan perusahaan tambang dan perkebunan yang melintasi jalur umum.
Hari Darmanto, salah satu anggota Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Paser-PPU, mengatakan bahwa kejenuhan masyarakat terhadap jalan rusak dan berlobang yang terus dibiarkan dikhawatirkan akan melahirkan perlawan masyarakat yang semakin parah. Bentuk perlawan yang berpareatif bisa dilihat dari adanya indikator luapan-luapan rasa apatis individu mejadi sentilan-sentilan miring suatu komunitas yang akhirnya jika tidak diantisifasi bisa berubah menjadi pemblokiran, sebagaimana dilihat banyak terjadi di daerah-daerah lain.
“Jika pemerintah ingin belajar dari teori agregat revolusi, hanya dua faktor yang mendorong terwujudnya revolusi. Pertama faktor banyaknya masyarakat yang tidak terpuaskan, dan kedua faktor adanya sikap penguasa yang lamban merespon keinginan rakyat, hingga dianggap keras kepala dan kepala batu” papar Hari.
Senada dengan Hari Darmanto, Yusran salah satu pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Paser saat di jumpai paska melakukan pelatihan Para Legal, mengingatkan bahwa penanaman pohon pisang di tengah jalan, selain dilakukan sebagai upaya untuk menghindarkan masyarakat dari lobang jalan yang dalam. Makna lainnya juga mengandung simbol perlawanan atas rasa protes atau ketidak senangan masyarak yang meluap.
“Di masyarakat, pisang dikenal sebagai tanaman yang hidup dikawasan becek dan tidak ter-urus, sementara masyarakat menginginkan nuansa kehidupan sebaliknnya. Jadi sudah sepantasnya pemerintah peka akan kebutuhan masyarakat tersebut, demi menghindari terjadinnya luapan-luapan kekecewaan yang tentunya juga bisa mencoreng citra kita bersama.” pungkas Yusran. (Dy/M.A)

1 $type={blogger}:

HARI DERMANTO mengatakan...

mantap, perlawanan dengan pohon pisang harus masif di masyarakat agar cepat juga terjadi perubahan masif

Posting Komentar