Sabtu, 23 Juni 2012

TKI Paling Sering Alami psikotik

JAKARTA, (Suara LSM) - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan  kelompok paling rentan terhadap berbagai  kekerasan baik secara fisik, seksual, psikologis, ataupun berhadapan dengan masalah hukum. Akibat kondisi ini  mereka paling sering mengalami gangguan jiwa berat atau psikotik. 

Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemkes) Diah Setia Utami, mengatakan, semua tindak kekerasan dan masalah tersebut sangat berpengaruh kepada kondisi psikis TKI, hingga  berdampak pada kualitas hidup mereka. 

Tekanan psikis yang dialami secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa seperti depresi dan psikotik,bahkan mungkin muncul keinginan untuk bunuh diri. 

"Karena begitu beratnya tekanan dan stres yang kuat baik karena pekerjaan maupun dari majikan, berhalusinasi, mendengar suara-suara aneh hingga ingin bunuh diri," kata Diah dalam acara temu media rutin di Kemkes,Jakarta,Jumat (22/6) sore ini. 

Diah mengakui Kemkes belum memiliki catatan atau data berapa banyak TKI yang mengalami gangguan jiwa,walaupun banyak kasus sudah  mereka tangani.  

Namun, saat ini di RS Jiwa Soeharto Herdjan Jakarta saja, misalnya, telah merawat lima TKI yang mengalami gangguan jiwa. Jika setiap rumah sakit memiliki lima pasien saja, maka diperkirakan ratusan TKI telah mengalami gangguan kesehatan jiwa di sekitar 25 rumah sakit atau sarana kesehatan jiwa yang ada di Indonesia. 

Diah menambahkan, untuk meminimalisir masalah gangguan kesehatan jiwa pada TKI, Kemkes telah melakukan upaya komprehensif dan terpadu.  

Di antaranya melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI sebagai persyaratan umum dan pemeriksaan kesehatan khusus sesuai dengan sesuai dengan permintaan negara tujuan penempatan. Misalnya  Australia mewajibkan calon TKI melakukan pemeriksaan Tuberkulosis. 

"Ada skrining-skrining yang dilakukan agar tidak terjadi keadaan buruk ketika mereka sudah berada di negara tujuan. Karena biasanya pada awal saja sudah terjadi stres ringan, misalnya culture shock atau syok karena adaptasi dengan budaya dan lingkungan baru," katanya.   

Penilaian kesehatan baik jasmani maupun mental untuk mengetahui ada tidaknya potensi gangguan jiwa. Sebab ada gangguan jiwa yang bahkan dalam keadaan normal pun bisa terpicu, apalagi di bawah tekanan dan stres. Beberapa indikator yang digunakan untuk menentukan calon TKI bisa diberangkatkan atau tidak. 

Di antaranya  memeriksa apakah orang tersebut dianggap paling rentan, seperti faktor predisposisi, yakni mereka yang dalam kondisi tekanan apapun bisa jatuh sakit karena trauma. Sekitar 15% dari orang-orang yang mengalami trauma berat akan tersisa stres pascatrauma dan bisa mengalami gangguan jiwa. 

Ada juga faktor genetik yakni memiliki riwayat keluarga yang pernah menderita gangguan jiwa. Bagi orang normal menghadapi tantangan seberat apapun mungkin bisa bertahan, namun bagi mereka yang memiliki faktor genetik, kondisi stres ringan saja dapat memicu apalagi jika tekanan berat. 

Pemeriksaan kesehatan jiwa pascakeberangkatan ke negara tujuan dibiayai sendiri oleh calon TKI. Sedangkan bagi TKI legal dengan gangguan jiwa, biayanya perawatan ditanggung Perusahaan Jasa TKI (PJTKI). 

Sedangkan bagi TKI bermasalah dengan gangguan jiwa, biaya perawatannya ditanggung oleh Kemkes, atas rekomendasi dari Kementerian Sosial bahwa yang bersangkutan tidak mampu secara ekonomi.  Biaya pasien bermasalah ini ditanggung Jamkesmas yang bernilai sekitar Rp 500.000, untuk pemeriksaan laboratorium dasar dan pemeriksaan kontraksi jiwa.   

Beberapa rumah sakit yang bisa menjadi rujukan bagi TKI bermasalah dengan gangguan jiwa, antara lain RSUD Bau-Bau, RSUD Prof WZ Johanes, RSUD Tarakan,RSUD Mataram, RSUD Sanggau   Kalimantan Barat,  RSUD Nunukan Kalimantan Timur, RS Atma Husada Samarinda, RSUD Soetomo Surabaya, RSU Otoritas Batam Kepulauan Riau,RSUP Adam Malik Medan,RSUD Koja Jakarta, RSUP Persahabatan dan RSUD Cengkareng Jakarta.   

Kemkes juga telah membuat buku pedoman pelayanan kesehatan jiwa bagi TKI pada tahun lalu. Mengingat semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap TKI yang berpotensi menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan jiwa,  pada bulan April 2012 Direktorat Kesehatan Jiwa telah melakukan peningkatan ketrampilan tentang kesehatan jiwa TKI kepada tenaga medis di titik masuk atau Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) baik di bandara maupun pelabuhan laut. 

Sementara itu, untuk mengantisipasi kekurangan dokter psikiater di rumah sakit maupun layanan kesehatan lainnya,  Kemkes juga melatih dokter umum dan perawat untuk melakukan deteksi dini gejala gangguan jiwa. 

Dokter umum dan perawat juga sudah dilatih untuk mengetahui obat-obat dasar yang diberikan kepada pasien. Pelatihan juga dilakukan  RS jiwa vertikal terhadap puskesmas di wilayah kerjanya.   

Hal ini dilakukan mengingat jumlah psikiater tidak berimbang dengan jumlah kasus yang masuk.  Saat ini diperkirakan ada sekitar 400-500 orang psikiater, sedangkan jumlah rumah sakit lebih dari 1900, di mana 800-an di antaranya milik pemerintah ,maka dipastikan beberapa rumah sakit tidak memiliki psikiater. (SP)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar