Senin, 18 Juni 2012

Trenggiling Ilegal Dimusnahkan

JAKARTA, (SUARA LSM) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Bareskrim Mabes Polri dan Jampidun Kejaksaan Agung memusnahkan barang bukti  kasus peredaran ilegal berupa daging Trenggiling sebanyak 12.677,18 kg daging dan 95,96 kg sisiknya di halaman gedung Manggala Wanabakti Jakarta kemarin (15/6).
Trenggiling yang dimusnahkan merupakan barang bukti dari tiga kasus peredaran liar sepanjang 2011-2012. Kasus pertama terungkap pada Mei 2011, petugas Ditjen Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok menggagalkan pengiriman 7.453,06 kg daging Trenggiling beserta 64,60 kg sisiknya dengan tersangka masih buron (DPO).
Sementara pada Juli 2011, petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta menggagalkan pengiriman 500 kg daging Trenggiling ke Singapura. Berdasarkan pengembangan kasus ditemukan lagi 500 kg di sebuah gudang di Jalan Bandengan Utara Jakarta Barat. Kasusnya ditangani oleh PPNS Kemenhut dan sudah dinyatakan P-21. Selain kedua kasus itu, awal Mei 2012, petugas Balai Karantina kelas II Cilegon, Banten menemukan 4.124,12 kg daging dan 31,36 kg sisik Trenggiling dalam truk barang berpendingin yang ditinggalkan pengemudinya di area parkir pelabuhan itu. Kasusnya saat ini dalam penyidikan.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, daging satwa langka ini mengandung protein tinggi, sehingga banyak dicari untuk pengobatan penyakit tertentu. Selain itu, sisiknya juga diyakini memiliki khasiat tertentu dan banyak dipakai untuk campuran sabu. Lantaran tingginya minat terhadap Trenggiling, tak mengherankan jika harga satu sisik mencapai USD 6 atau satu kg sisik mencapai Rp 1 juta dan di pasar internasional Rp 3 juta per kg. Kerugian negara dari penyelundupan 12.677,18 kg daging Trenggiling dan 95,96 kg sisik hewan itu diperkirakan mencapai Rp 12 miliar. ”Maraknya penyelundupan Trenggiling membuat populasi hewan ini terancam punah,” kata Menhut.
Nah guna menekan perburuan dan penyelundupan hewan ini, Kemenhut terus menjalin kerja sama dengan Bea Cukai, Badan Karantina Pertanian, dan kepolisian. Selain itu, penyelundup yang tertangkap mengirimkan hewan ini secara ilegal diancam hukuman lima tahun penjara. ”Kementerian tidak mentoleransi pelaku atau usaha ilegal seperti itu,” tegasnya.
Pihakya mengakui penyelundupan daging dan sisik Trenggiling selama ini memakai dokumen untuk ekspor ikan. Kendati demikian kebijakan untuk memeriksa setiap dokumen ekspor ikan sulit dilakukan karena rumit dan memakan waktu.
Direktur Penyidikan dan Perlindungan Kawasan Hutan, PHKA Kemenhut Raffles B. Panjaitan meminta pihak Bea Cukai untuk memasukkan ekspor yang dalam dokumennya mencantumkan produk ikan masuk jalur merah. ”Setiap ekspor yang dokumennya ditulis ikan atau beberapa jenis daging harus kita periksa satu-satu,” katanya.
Sebelum kasus ini, penyelundupan Trenggiling yang berhasil diungkap misalnya pada 5 September 2007 digagalkan penyelundupan 168 ekor Trenggiling dari Indonesia dengan tujuan Thailand, pelakunya tertangkap di Malaysia. Penyelundupan 100 Trenggiling ke Tiongkok melalui Malaysia dan Thailand pada 11 November 2007, terbongkar di Thailand. Selanjutnya upaya penyelundupan ke Tiongkok melalui Pelabuhan Haipong di Vietnam sebanyak 7,980 kg terungkap pada 23 Februari 2008. Pada Maret 2008, penyelundupan sebanyak 209 ekor Trenggiling ditemukan di gudang kargo Bandara Syamsuddin Noor Kalimantan Selatan. (jppn)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar