Rabu, 11 Juli 2012

Mati Dahaga di Tengah Telaga


* Bertahun-tahun Warga Harus Antri untuk Mendapatkan Air Bersih
Pasuruan, (SUARA LSM) - SETIAP hari, saat matahari belum muncul, Maryuti selalu bergegas menuju lokasi tandon air. Ia tidak pernah sendiri. Sampai di pinggir desa, seperti biasa, sudah banyak warga yang antre, lengkap dengan dua jeriken di tangan mereka.
“Untuk dapat air, paling tidak membutuhkan waktu 1 jam. Sehari, kami tidak boleh membawa lebih dari dua jeriken ke rumah,” kata ibu setengah baya itu.
Bagi ratusan warga Desa Karangjati, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, mengantre air merupakan salah satu kegiatan rutin yang harus mereka lakoni. Sudah bertahun-tahun mereka menjalaninya.
Antrean jadi pemandangan biasa sejak pagi hingga kembali pagi esok hari.
Mereka berkumpul di sekitar tandon yang berukuran 4 meter dengan ketinggian 3 meter. Air yang dikeluarkan lewat keran mengalir pelan.
Mereka juga harus jujur. Jatah dua jeriken setiap kepala keluarga harus dipatuhi bersama. Kebanyakan warga berasal dari etnis Madura.
Curang dengan mengambil lebih banyak bisa berakibat buruk, karena memicu carok atau perkelahian bersenjata celurit. “Air sangat berharga bagi kami. Karena itu, kami harus belajar jujur, sabar, ikhlas dan menerima kondisi apa adanya,” kata Misnah, ibu rumah tangga lain.
Karangjati tidak memiliki sumber air. Warga mendapat pasokan dari air terjun Madakaripura, di Kabupaten Probolinggo, yang dialirkan ke tandon.
Jaraknya mencapai 15 kilometer. Air dari Madakaripura mengalir sampai jauh, melintasi hutan dan dihubungkan lewat pipa yang kemudian ditampung di 16 tandon.
Air juga kerap macet. Selain pipa yang kecil, gangguan dari orang iseng sering menjadi penyebabnya.
Air kemasan Kendati tidak sempurna, keberadaan tandon air lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Dulu, warga harus berjalan sekitar 5 km, naik gunung untuk mendapat air bersih.
“Yang kami harapkan, pemerintah bisa membantu dengan memperbaiki saluran pipa dari Madakaripura,“ kata Haris, tokoh desa.
Karangjati bukan satusa tunya desa yang selalu kekurangan air bersih. Krisis juga dialami warga desa lain di sembilan kecamatan, yakni Lumbang, Paserpan, Lekok, Nguling, Rejoso, Kejayan, Winongan, Puspo, dan Gempol.
Sebenarnya Pasuruan bukan daerah kering. Hanya berjarak sekitar 5 km dari Karangjati ada lokasi wisata air Banyu Biru. Sekitar 6-7 km dari sana juga ada sumber mata air Umbulan, yang menghasilkan air 5.000 liter per detik. Airnya dialirkan perusahaan daerah air minum hingga ke Kota Surabaya.
Pasuruan yang kaya air juga membuat sejumlah perusahaan air minum dalam kemasan mengoperasikan pabrik mereka di Kecamatan Winongan.
Tercatat ada 36 perusahaan air minum dalam kemasan tersebar di Kecamatan Gempol, Pandaan, Paserepan, Poh Jentrek, Prigen, Rejoso, Sukorejo, Gondangwetan, Purwosari, dan Winongan.
Warga sudah biasa melihat ribuan galon air mineral diangkut truk ke daerah lain.
Sayangnya, keberadaan pabrik tidak banyak mendatangkan berkah, karena dana tanggung jawab sosial tidak pernah mengalir untuk membangun sarana air bersih bagi warga.
Seperti diungkapkan Kepala Bidang Pertambangan, Dinas Pengairan dan Pertambangan Pasuruan Murnindya Priyasto, tidak jauh dari Desa Karangjati beroperasi sebuah perusahaan air minum kemasan di Desa Mendalan, Kecamatan Winongan.
Perusahaan mengambil air bawah tanah lewat dua sumur.
Satu sumur menggelontorkan air 51 liter per detik. “Di Pasuruan, total ada 452 titik pengambilan air bawah tanah yang berizin.“
Megaproyek Umbulan Anehnya, Asisten II Sekretaris Daerah Kabupaten Pasuruan Riyanto justru mengaku tidak tahu di wilayahnya banyak warga kekurangan air bersih. “Dana PNPM sebesar Rp2 miliar-Rp3 miliar sudah dipasok ke setiap kecamatan.
Pembangunan sarana air bersih menjadi prioritasnya.“
Riyanto juga mengaku sudah menggelar rencana solusi jangka panjang dan pendek. Yang pertama dilakukan dengan memasang jaringan sehingga warga mendapat pasokan dari proyek sumber Umbulan.
“Untuk jangka pendek sudah kita lakukan dengan memasok air dalam mobil tangki, dua kali sehari,“ lanjut Riyanto.
Sayangnya, seperti diungkapkan Haris, tidak ada tangki yang mampir ke Karangjati.
Bantuan lain juga tidak pernah datang.
Soal megaproyek Umbulan, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf mengaku sudah tidak ada masalah.
“Tahun ini diharapkan bisa selesai, karena hanya tinggal menunggu format bagi hasil antara Pemkab Pasuruan dan Pemprov Jatim,“ ujarnya.
Pemprov Jatim membangun megaproyek Umbulan dengan anggaran Rp1,5 triliun. Sumber air di areal 5 hektare itu akan mampu menghasilkan 5.000 liter air per detik. Air bersih akan dialirkan ke Kabupaten Pasuruan sebanyak 420 liter per detik, Kota Pasuruan 110 liter, Sidoarjo 1.370 liter, dan Surabaya serta Gresik, masing-masing 1.000 liter per detik. Khusus di Pasuruan, kalangan industri juga mendapat pasokan 100 liter per detik.
Fenomena yang ironis di Pasuruan membuat Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Syafruddin Ngulma Simeleu memberi isyarat perlunya keadilan bagi warga.
“Jangan sampai warga hanya jadi penonton, ketika sumber air Umbulan dieksploitasi.” (net)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar