Senin, 09 Juli 2012

Pasien Miskin Masih Harus Berjuang

MALANG, (SUARA LSM)  - Sulitnya mendapat pelayanan kesehatan bagi warga miskin di negeri ini. Hal tersebut terjadi pada pasien yang menderita gagal ginjal sudah punya surat pernyataan miskin (SPM) pun masih harus berjuang lagi. Mereka belum dapat dilayani di RSSA sampai dengan selesainya verifikasi yang dilakukan Dinkes Kabupaten Malang.
Dari 68 pasien yang rutin cuci darah di RSSA hanya 16 pasien yang mengantongi Jamkesda. Sisanya mengandalkan SPM untuk mendapatkan pelayanan gratis Jamkesda. Seperti yang dialami Eti Mardiastutik dan Widi. Keduanya hanya memiliki SPM, karena mengajukan awal lagi SPM perlu waktu pada hari kerja, sedangkan cuci darah bagi keluarganya tidak bisa ditunda, keduanya berupaya mencari uang pinjaman untuk dapat melakukan cuci darah bagi suami atau istrinya. Eti harus mendaftarkan suaminya, Nur Amin yang sudah dua tahun melakukan cuci darah, sedang Widi mendaftarkan istrinya, Farida yang sejak 2011 lalu melakukan cuci darah di RSSA Malang.
“Bagaimana tidak ngenes mas, suami saya minta cuci darah. Rabu lalu, beliau tidak cuci darah karena ada kebijakan stop Jamkesda dan SPM di RSSA. Saya berusaha mencari uang untuk dapat mencuci darah pada hari ini,” kata Eti kepada Malang Post, sambil menuju loket pembayaran di RSSA bersama Widi, kemarin.
Kebijakan Dinkes mengharuskan kembali pasien SPM untuk melakukan verifikasi ulang untuk bisa mendapat layanan di RSSA, khususnya cuci darah. Pasien harus mengajukan dari awal kembali mulai dari RT, RW, desa atau kelurahan sampai tingkat kecamatan hingga ke Dinkes. Skoring verifikasi lapangan harus memiliki nilai 32. Kurang dari itu dianggap bukan warga miskin.
Karena itu perlu waktu untuk mengurus semua itu. Tapi, yang paling dikeluhkan soal kebijakan baru yang mengharuskan pemohon SPM untuk membawa petugas atau staf dari desa atau kelurahan setempat ke kantor Dinkes Kabupaten Malang untuk meyakinkan Dinkes sebelum mengeluarkan SPM.
“Mengajak orang ke kantor Dinkes juga perlu biaya, bagaimana sangunya, uang rokok dan lainnya. Belum lagi, saya ini perempuan, kalau hanya berdua mengajak staf desa dari Karangploso ke Kepanjen, bagaimana nanti penilaian orang,” terangnya.
Penilaian verifikasi juga menjadikan pasien dan keluarganya harap-harap cemas. Bagaimana tidak, rumah menjadi penilain terbesar dalam skornya. Padahal, mereka sudah habis-habisan dari awal saat divonis gagal ginjal dan cuci darah setap minggu dua kali. Kalau hanya dilihat dari rumah, sangat mengkhawatirkan. Dia tinggal di perumahan type 21 yang sudah berkeramik. Tapi, rumah itu sudah “disekolahkan” agar mendapatkan uang untuk perawatan suaminya.“Kalau hanya menskor rumah saja tidak melihat status rumah itu sudah “disekolahkan” bagaimana?,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Pemkab Malang tengah memperketat pengeluaran SPM bagi warga Kabupaten Malang yang sakit. Verifikasi dilapangan akan diperketat dengan melibatkan bidan desa dan perangkat desa setempat. Hal itu untuk mengantisipasi penggunaan SPM tidak tepat sasaran. Mengingat anggaran Jamkesda banyak tersedot pasien yang menggunakan SPM.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang Mursyidah menegaskan, pelayanan di RSSA Malang sudah dibuka kembali bagi pemegang kartu Jamkesda dan SPM yang sudah lolos verifikasi. Khusus untuk pemegang SPM harus kembali melakukan verifikasi mulai awal.   
Pelayanan kembali ke RSSA diprioritaskan untuk pasien Jamkesda yang memiliki sakit gagal ginjal yang harus rutin melakukan cuci darah. Mengingat keterbatasan alat cuci darah di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Sedang pasien penyakit lain bisa dilayani di puskesmas dan RSUD Kanjuruhan Kepanjen dan RS Lawang.
“Untuk pemegang SPM harus kembali melakukan verifikasi. Kalau lolos verifikasi dapat kembali mendapat layanan di RSSA,” terang Mursyidah. (net) 

0 $type={blogger}:

Posting Komentar