Jumat, 13 Juli 2012

Pemerintah Rugi 1,7 Miliar Dolar AS Setiap Tahun dari Kontrak Migas

JAKARTA, (Suara LSM) - Komisi Pemberantasan Korupsi berupaya mencegah kerugian negara dari sektor hulu minyak dan gas melalui kerja sama dengan BPK, BPKP, Ditjen Pajak dan UKP4.
"KPK melakukan koordinasi antarbadan negara terkait pencegahan kerugian keuangan negara di sektor hulu migas, salah satu topik pembicaraan tentang lifting (produksi) migas," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di kantor KPK Jakarta, Selasa (10/7).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Dirjen Pajak Fuad Rahmany, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrul Akbar, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo serta perwakilan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
"Setiap tahun ada sekitar 1,7 miliar dolar AS yang hilang dari bagian pemerintah dari kontraktor-kontrak kerja sama (K3S) migas di Indonesia," kata Bahrul. Jumlah tersebut, menurut Bahrul, berasal dari perhitungan "cost recovery" yaitu biaya dalam tahap eksplorasi (mencari cadangan migas) sampai biaya dalam tahap produksi yang tidak sesuai peraturan ataupun dibayar tidak dengan uang melainkan dengan minyak, padahal "cost recovery" dikeluarkan jauh sebelum minyak dihasilkan.
Cegah hilangnya pemasukan negara Sedangkan Kepala BPKP Mardiasmo mengatakan bahwa selain masalah "cost recovery", pencegahan hilangnya pemasukan negara juga dapat melalui menjaga jumlah bagi hasil antara pemerintah dengan K3S. "Setelah BPKP melakukan audit selama beberapa waktu, terdapat 20 potensi atau risiko pelanggaran 'production revenue sharing' oleh K3S berdasarkan Peraturan Pemerintah No 79 tahun 2010," kata Mardiasmo.
Risiko-risiko tersebut antara lain eksplorasi, pengalihan pemilikan wilayah ekplorasi, target yang tidak tercapai, penerapan "tax treaty", "interest recovery" atas "capital expenditure", pembebanan "block line" ataupun pemberian gaji ekspatriat dari perusahaan yang tidak punya izin mempekerjakann tenaga asing.
"Hal-hal itu seharusnya tidak masuk dalam 'cost recovery' tapi kemudian dimasukkan sehingga pemerimaan bukan pajak pemerintah terkoreksi dan aset pun tdak optimal sehingga tidak dapat menjaga ketahanan energi nasional," ungkap Mardiasmo. Ia mencatat bahwa saat ini terdapat 67 K3S yang aktif namun masih ada 168 K3S yang belum beroperasi sedangnya sudah ada 10 K3S yang masuk dalam proses terminasi (selesai).
Direktur Bidang Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Dadang Suwarna yang mewakili Fuad Rahmany dalam konferensi pers mengungkapkan bahwa sejumlah K3S tidak membayarkan pajak sesuai dengan ketentuan. "Banyak K3S yang tidak membayarkan pajak bunga dividen royalti sebesar 20 persen sampai kontrak berakhir melainkan hanya memakai 'tax treaty' sebesar 10-15 persen sehingga pembagian penerimaan pemerintah dengan K3S yang seharusnya 85:15 tidak tercapai," kata Dadang.
Ditjen Pajak sendiri menurut Dadang sudah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada 18 perusahaan K3S dengan nilai keseluruhan 198 juta dolar AS dan hingga Februari 2012 sudah dibayar sebanyak 185 juta dolar AS. Adnan mengaku bahwa KPK sedang membuat pola atau "peta jalan" untuk membidik korupsi besar sehingga perlu bersinergi dengan lembaga pemerintah lain dalam menemukan kerugian negara yang cukup besar, khususnya dari migas.
Langkah KPK selanjutnya menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas adalah mengundang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) ke KPK pada Selasa (17/11). (Ant)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar