Sabtu, 07 Juli 2012

PSB 2012 Masih Diwarnai Kecurangan

MEDAN, (SUARA LSM) -Penerimaan Siswa Baru (PSB) periode 2012 masih diwarnai dengan dugaan kecurangan. Nilai yang dibayarkan orangtua calon siswa beragam dari ratusan ribu hingga belasan juta rupiah.

Seperti yang dilansir Sumut Pos, ada beberapa sekolah favorit yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap calon siswa. Sebut saja di Medan, tepatnya di SMAN 3 Medan.

Informasi yang didapat dari orangtua murid, yang mengaku bertugas sebagai seorang guru di salahsatu SMP negeri di Medan. “Awalnya saya yakin kalau anak saya bisa masuk lewat ujian tulis melalui jalur bina lingkungan. Jadi waktu ditawari supaya menyediakan Rp10 juta saya menolaknya. Ternyata anak saya gak lulus, sedih kali Bang, nyesal gak ngambil tawaran kemarin itu,” ungkap wanita berjilbab yang merupakan seorang guru di salah satu SMP Negeri di Medan.

Ibu guru yang menemani anaknya melihat hasil pengumuman Penerimaan Siswa Baru (PBS) jalur bina lingkungan di SMAN 3 Medan, Kamis (5/7) lalu itu juga mengaku tawaran didapat dari pejabat penting di Dinas Pendidikan Kota Medan. Selain mendengungkan nama Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Medan Murgaf, sumber itu juga mendengungkan nama Kabid SMA Dinas Pendidikan Kota Medan Marasutan. Kedua pejabat tersebut diakui sebagai orang yang bisa mengurus kursi untuk sekolah favorit.

Ironisnya, meskipun anaknya tidak termasuk dari 77 siswa yang diterima lewat jalur bina lingkungan atau sudah dianggap gagal, namun sumber tersebut tetap berusaha melobi pejabat Disdik Medan agar anaknya bisa diselipkan untuk masuk di Sekolah SMAN 3 Medan. “Saya kan juga seorang guru, jadi punya akses ke Disdik. Ini saya lagi menghubungi Kabid SMA di Disdik Medan, kalau memang abang mau, biar saya coba tawarkan, mana tahu masih bisa disisip,” ujarnya sembari menawarkan kepada Sumut Pos.

Pantauan di lokasi, sumber tersebut berulang kali mencoba melobi pejabat Disdik Medan melalui sambungan telepon seluler. Selang berapa waktu, orangtua murid lainnya juga meminta kepada sumber tersebut agar anaknya bisa disisipkan untuk bisa masuk ke SMA N 3. “Bu kalau bisa anak saya juga lah, saya bakal siapi berapa saja dananya. Gak usah malulah kita, ini bukan nyogok tapi beli kursi yang ditawari mereka. Yang lainnya aja mengakui mereka bayar, bahkan sampai Rp13 Juta,” ucap seorang ibu lainnya yang anaknya juga tidak lulus. Seperti diketahui untuk masuk SMAN 3 Medan nilai evaluasi murni terendah yang diterima yakni 41.35.

Hambat yang Miskin dan Berprestasi
Penelusuran lainnya di SMA favorit di Medan ditemukan juga maladministrasi atau perilaku yang menyimpang atau melanggar etika adminstrasi dimana tidak tercapainya tujuan administrasi saat PSB. Bentuk kecurangan ini ditemukan di SMAN 5 Jalan Pelajar Medan. 

Seorang orangtua murid, Edison Pasaribu mengaku anaknya Elisabeth, dianggap gagal dalam uji bina lingkungan karena tidak memberikan berkas yang dimintakan pihak sekolah. Berkas yang dimaksud seperti surat keterangan miskin dan surat keterangan memiliki prestasi.

“Surat keterangan yang diminta pihak sekolah sebenarnya sudah saya kasih tapi ketua panitia pelaksana, Bapak Zulkifli menolak dan menyuruh saya memberikannya ke Kepala Sekolah,” terang Edison yang berprofesi sebagai penarik becak bermotor ini.

Yang dikecewakan Edison lagi, seluruh ketentuan seperti surat miskin dan sertifikat juara tingkat Kota Medan karena anaknya memiliki prestasi sebagai juara 1 di kelasnya setiap tahun tidak dipedulikan. “Jikapun anak saya kalah saat uji tulis, saya minta kepada mereka hasil ujian anak saya, tapi sekolah tidak memberikannya,”ujarnya.

Atas kejadian ini Edison ditemani dua anggota Sentra Advokasi Hak Pendidikan Rakyat (SAHDAR), Agung dan Riyan melaporkan kejadian tersebut ke Ombudsman RI Perwakilan Wilayah Sumut dan Aceh. “Walaupun harus banting tulang cari uang saya tetap usahakan anak saya bisa bersekolah walaupun di swasta, daripada di negeri tapi tidak berpihak kepada orang miskin,” ujarnya dengan nada sinis.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Dr Faisal Akbar Nasution SH M Hum mengatakan, telah menerima pengaduan yang disampaikan Edison dan akan merekomendasikan hal tersebut kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan ataupun Wali Kota Medan agar ada tindakan nyata. 
“Agar ada tindakan nyata terhadap Kepsek ataupun Ketua Panitia Penyelenggaranya,”sebut Faisal.

Hal ini juga bilang Faisal adalah bentuk pelanggaran Maladministrasi yang harus ditindaklanjuti agar tidak terulang lagi kejadian yang sama ke depannya.

Masa Pendaftaran tak Berpengaruh
Di Binjai, Sumut Pos juga menemukan beberapa kecurangan. Yang paling menarik, meski masa pendaftaran telah habis, seorang siswa masih bisa masuk SMA favorit.

Kemarin, dengan menggunakan jasa seorang warga, Sumut Pos berhasil mengorek keterangan tersebut. Warga yang mau membantu Sumut Pos diminta ‘bernegoisasi’ dengan pihak sekolah untuk memasukan seorang anak di sebuah sekolah meski pendaftaran sudah habis. Target utama yang diberikan kepada warga adalah SMA Negeri 1 Binjai. Sekolah ini dipilih karena termasuk salah satu sekolah favorit bagi para pelajar dan pendaftaran di sekolah itu sudah habis.

Dengan rasa percaya diri, sang warga yang sebut saja namanya Sudirman, masuk ke SMA 1 Negeri Binjai, Jalan Dwi Sartika, Kecamatan Binjai Kota. Sebelumnya Sudirman memang sudah diberi arahan. Nah, setelah sekian menit di dalam sekolah itu, Sudirman keluar dan memberikan laporan. Isi laporangnya: SMA 1 Binjai masih bisa mengusahakan sang anak masuk meski pendaftraran telah usai dengan catatan membayar Rp2 juta.

“Saya tadi ketemu dengan seorang pria berkaca mata. Saya nggak tahu persis namanya. Tapi yang jelas, semua anak didik di sekolah itu mengurus administrasi sama dia. Jadi kata dia tadi, anak yang mau dimasukan itu masih bisa diupayakan. Tapi itu tadilah, dia minta harga Rp2 juta,” kata Sudirman.
Disinggung apakah dengan uang Rp2 juta anak sisipan itu sudah pasti diterima, Sudirman menjelaskan, pihak sekolah sudah menjamin. “Kalau keterangannya tadi, kalau sudah bayar Rp2 juta pasti dipuyakan untuk diterima atau akan dijamin,” tegas Sudirman, seraya menambahkan, ia tadinya berusaha  bertemu langsung dengan kepala sekolah (Kasek) tetapi tidak ada di tempat.

Mendapat keterangan seperti itu, Sumut Pos langsung masuk ke SMA 1 guna menemui orang yang dimaksud oleh Sudirman tadi. Begitu masuk ke ruangan tata usaha, Sumut Pos bertemu dengan seorang pria yang ciri-cirinya persis seperti disebutkan Sudirman. Tanpa pikir panjang, pria berkaca mata itu langsung dikonfirmasi. Tetapi, pria yang mengaku namanya Jen itu mengaku tidak tahu menahu soal siswa sisipan.

“Saya tidak ada wewenang dengan hal itu. Tapi, lebih bagus ketemu langsung dengan Kasek. Biasanya, kalau memang kenal atau minta bantuan untuk keluarga serta teman dan masih sebatas wajar, saya rasa masih bisa dibantu. Namun, saya nggak tahu berapa biaya sisipan itu,” kata Jen dan mengakui kalau Kasek tidak berada di tempat.

Merasa tak puas, akhirnya Sumut Pos memilih untuk mencari sekolah lain. Kali ini, target yang diambil SMP Negeri 1 Binjai, di Jalan Sultan Hasanuddin Kecamatan Binjai Kota.

Hasilnya, keterangan yang berhasil dihimpun dari SMP Negeri 1 dengan cara yang serupa, sekolah favorit dan sudah menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl (RSBI) ini tidak sebaik dengan informasi yang diterima di SMA Negeri 1.

Menurut keterangan dari seorang oknum yang disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Kepala Sekolah (Kasek) SMP Negeri 1, sekolah tersebut sudah tidak menerima pendaftaran lagi. “Kalau kamu mau masukan anak baru sudah tidak bisa meskipun pakai uang. Paling tidak, kamu menunggu informasi adanya anak di sekolah ini keluar atau pindah. Setelah itu, barulah kamu bisa sisipkan anak yang mau kamu masukan tersebut,” kata seorang oknum di SMP Negeri 1.

Laporkan ke Ombudsman
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Dr Faisal Akbar Nasution SH M Hum yang berkantor di Medan mengatakan, bagi masyarakat yang mengetahui atau mengalami pungli dari pihak sekolah, bisa melaporkan ke Ombudsman di Medan.

“Untuk perwakilan di Medan bisa mendatangi alamat kantor kami di Jl Majapahit No 2 Medan,” ujarnya.

Selain di Medan,  Ombudsman dan ICW resmi buka 42 Posko tempat pengaduan dalam penerimaan siswa baru. Posko ini akan dibuka hingga Oktober 2012 mendatang.

Ada 7 perwakilan Ombudsman yang siap menampung pengaduan itu dan 35 posko jaringan ICW di seluruh Indonesia juga akan dijadikan tempat pengaduan hal yang sama.

Sebelumnya, orangtua calon siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Stabat-Langkat keluhkan kutipan uang biaya insidental Rp300 ribu/calon siswa sebagai syarat daftar ulang bagi siswa dinyatakan lulus seleksi tahun ajaran 2012/1013.

Nah, sesuai pengumuman dibuat pihak sekolah tersebut, pada tahun ajaran 2012/2013 ini MAN I Stabat menerima 130 calon siswa baru hasil seleksi. Pendaftaran ulang tanggal 2 hingga 4 Juli 2012. Bila setiap calon siswa dipungut biaya sebesar Rp300 ribu untuk biaya insidentil berarti ada Rp30-an juta uang terkumpul untuk anggaran yang tidak jelas itu.

Tidak hanya di Langkat, hal ini juga terjadi di Mandailing Natal (Madina). Komisi 1 DPRD Kabupaten Mandailing Natal (Madina) terus menyoroti kondisi pendidikan, khususnya pungli yang terjadi di sekolah seperti mengutip biaya penerimaan siswa baru bahkan guru-guru juga dipungut biaya untuk pemutahiran data NUPTK yang dilakukan oleh pihak UPT Dinas pendidikan. “Kami sudah sering menerima keluhan masyarakat bahwa pungutan-pungutan itu menurut kami dibuat secara sistematis dan terstruktur yang harus bias diungkap, demi mendukung program dan visi-misi kepala daerah” ujar Sekretaris Komisi 1 Membidangi Pendidikan Iskandar Hasibuan kepada wartawan kepada MetroTapanuli (grup Sumut Pos).

Pungli juga terjadi di SMA Negeri I Marbau Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) para wali murid yang anaknya tamat pada tahun ajaran 2011/ 2012 harus memberikan uang untuk pengambilan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) atau surat tanda tamat belajar. “Untuk pengambilan SKHUN harus bayar Rp200 ribu per siswa,” ujar Sri (17), warga di Desa Pulo Bargot Kecamatan Marbau Labura.

Kepala Sekolah SMA Negeri I Marbau H Harun Pane Spd, yang dikonfirmasi mengatakan, bahwa pengutipan tersebut sudah diputuskan melalui melalui komite sekolah. Uang itu dipakai untuk membuat plang sekolah SMA Negeri I Marbau yang permanen dan gorden jendela sekolah dan gorden kantor kepala sekolah. “Maka memberi sumbangan Rp200 ribu bagi yang mampu dan notulen musyawarah  di tangan komite,” ungkap Harun.

61 Kecurangan PSB Dilapor ke Kejagung
Persoalan pungli di sekolah sebelumnya juga pernah dibeberkan Indonesia Corruption Watch (ICW). Bahkan, ICW melaporkan 61 sekolah dari SD sampai SMA ke Kejaksaan Agung karena melakukan pungli.

Temuan itu saat diinvestigasi, ke-61 sekolah tersebut diketahui melakukan pungli pada penerimaan siswa baru (PSB) lalu. Saat itu, laporan ICW itu diterima Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy.

Koordinator Bidang Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan mengatakan, 61 sekolah tersebut berada di 11 provinsi dan mayoritas berdomisili di Jakarta. Tetapi, dia meminta daftar itu tidak dibeber di media. Sebab, hal tersebut akan memengaruhi pelaporan dan tindak lanjut Kejagung. “Ada 61 sekolah tersebut dengan nominal pungli Rp500 ribu sampai Rp4 juta per siswa,” kata Ade beberapa waktu lalu.

Nah, berdasarkan investigasi ICW, ada 25 modus pungli (lihat grafis). ‘’Padahal, UU Sisdiknas menyebutkan, di tingkat dasar tidak boleh ada pungutan terhadap orangtua siswa, apa pun alasannya,’’ pungkasnya. (jpnn)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar