Selasa, 04 September 2012

Hakim Korup = Wakil Setan, Pantas Dihukum Mati


JAKARTA, (SUARA LSM) - Polisi terima suap, jaksa dan hakim juga begitu. Kita makin sedih ketika sejumlah hakim yang disebut ‘wakil tuhan’ ditangkapi karena menerima suap oleh koruptor. Di ruang publik muncul cemoohan, hakim tak bermoral itu bukan lagi ‘wakil tuhan’, tapi ‘wakil setan’. Karenanya, sangat pantas hakim koruptor itu diberikan hukuman mati.
“Julukan hakim adalah wakil tuhan, ternyata sudah tak berlaku lagi bagi para hakim pelaku korupsi. Betapa tidak, dengan mudahnya para hakim yang seharusnya adil dalam menangani perkara dan tidak tergoda materi justru terlibat korupsi.
Mereka layak kita sebut wakil setan. Pasalnya mereka seperti drakula yang ikut menghisap uang rakyat karena menjatuhkan hukuman yang tidak sesuai, lalu mereka menikmati uang hasil korupsi,” katanya.
Jika sudah seperti ini, lanjut Kapitra, jangan salahkan rakyat jika melakukan peradilan sendiri terhadap para koruptor. “Rakyat bisa menjadi wakil tuhan dan siap melaksanakan hukumnya sendiri lantaran sudah tak percaya lagi dengan peradilan yang selama ini menjadi benteng terakhir dari proses hukum,” kata praktisi hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta Kapitra Ampera, kepada Harian Terbit, Jumat (31/8).
Ia mendesak Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) untuk segera menetapkan Hakim Pengadilan Semarang yakni Asmadinata dan Pragksono. Masalahnya kedua hakim ini diduga kuat ikut terlibat dalam skandal suap penanganan perkara korupsi dana perawatan mobil dinas di DPRD Gerobogan senilai Rp1,9 Miliar yang melibatkan Yaeni.
Dalam kasus ini, KPK sudah lebih dahulu menetapkan Hakim Kartini Marpaung dan Heru Kisbandono, hakim Tipikor Pontianak sebagai tersangka. Sidang Muhammad Yaeni sendiri diketuai hakim Pragsono. Hakim Kartini Marpaung dan hakim Asmadinata merupakan dua dari 4 anggota majelis hakim dalam perkara Yaeni.
Hukum Mati
Menurut Kapitra yang paling layak memberikan hukuman terhadap para hakim korupsi adalah hukuman mati. Sebab posisi hakim selama ini sangat mulai bahkan disebut sebagai wakil tuhan. “Bagaimana mungkin jika wakil tuhan saja masih korupsi? Siapa nanti yang mau mengadili jika wakil tuhannya saja menerima uang korupsi. Maka saya sangat setuju jika para hakim kotor pembela koruptor dan menerima uang korupsi ini dihukum mati,” katanya.
Sementara itu, KPK sudah mencegah tangkal (cekal) hakim Tipikor Semarang Pragsono dan Asmadinata. Keduanya tidak diperkenankan bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan perkara kasus dugaan korupsi dana perawatan mobil dinas di DPRD Grobogan.
“KPK sudah meminta cegah kepada Ditjen Imigrasi terhadap dua orang hakim yakni Asmdinata dan Pragksono,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP.
Dia mengatakan, kedua hakim Tipikor itu akan dicegah selama enam bulan ke depan. KPK mengembangkan penyidikan kasus dugaan penerimaan suap oleh hakim Kartini dengan mengarah pada dugaan keterlibatan hakim lain. Pragsono dan Asmadinata merupakan satu majelis hakim dengan Kartini Marpaung yang kini menjadi tersangka.
Sebelumnya Pragsono dan Asmadinata pernah diperiksa oleh penyidik KPK terkait dua hakim ad hoc yang menjadi tersangka yakni Kartini Juliana Marpaung dan Heru Kisbandono. Seperti diketahui, kasus suap hakim ini juga berkaitan dengan penanganan perkara dugaan korupsi dana perawatan mobil dinas di DPRD Gerobogan senilai Rp1,9 Miliar.
Perkara itu menjerat Muhammad Yaeni sebagai tersangka yang kini telah divonis di Pengadilan Negeri Tipikor Semarang.
Awasi Hakim
Komisi Yudisial (KY) sedang melakukan pengawasan ketat terhadap empat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) daerah yang diduga rawan korupsi. KY melakukan pemantauan dan investigasi terhadap indikasi adanya perilaku hakim yang nakal.
“Ada empat Pengadilan Tipikor yang sedang diawasi di luar Semarang. Yang jelas itu didasarkan pada banyaknya laporan dan informasi terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim di pengadilan tersebut,” kata Juru Bicara (Jubir) KY Asep Rahmat Fajar.
Asep tidak menjelaskan pengadilan mana saja yang sedang berada dalam pengawasan khusus. Namun, berdasarkan dari total 71 vonis bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tipikor seluruh Indonesia, ada lima besar pengadilan yang paling banyak mengeluarkan.
Antara lain Pengadilan Tipikor Surabaya (26 terdakwa), Pengadilan Tipikor Samarinda (15 terdakwa), Pengadilan Tipikor Semarang (7 Terdakwas), Pengadilan Tipikor Padang (7 terdakwa), dan Pengadilan Serang (2 terdakwa). (TIM)


0 $type={blogger}:

Posting Komentar