Rabu, 12 September 2012

Indonesia Siap Ambil Paksa Aset Koruptor di Singapura


JAKARTA, (SUARA LSM) -  Banyaknya aset koruptor di luar negeri, termasuk di Singapura, membuat pemerintah gerah. Untuk itu, Indonesia akan memaksa Singapura mengembalikan aset hasil jarahan koruptor yang disembunyikan di negara tetangga itu.   

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengakui, tidak mudah memaksa Singapura untuk mau bekerja sama memulangkan koruptor yang buron ke negara tersebut, termasuk mengembalikan asetnya.   

“Pemerintah Indonesia akan mendukung penguatanmutual legal assitant atau kerja sama di bidang hukum dengan negara lain, khususnya di bidang pemberantasan korupsi. Kerja sama ini sangat diperlukan karena Singapura menjadi salah satu negara yang menjadi tempat pelarian koruptor Indonesia sekaligus tempat menyembunyikan aset hasil jarahan,” urainya pada pertemuan South East Asia Parties Againts Corruption (SEA-PAC) di Yogyakarta, Selasa (11/9) yang diselenggarakan KPK.   

Dikatakan, salah satu jalan yang ditempuh agar Singapura mau mengembalikan aset hasil jarahan koruptor Indonesia sekaligus memulangkan pelaku tindak pidananya adalah melalui forum antarlembaga pemberantasan korupsi.   

"Sekarang ini, antarpemerintah susah sedangkan lembaga-lembaga yang independen nonpemerintah memegang peranan sangat penting. Kelihatannya mereka sudah sejalan. Untuk itu, kerja sama harus ditingkatkan, termasuk dengan Singapura, Thailand dan lainnya,” ungkap Djoko.   

Menurutnya, bantuan hukum timbal balik antarpemerintah yang selama ini ditempuh untuk mengembalikan aset yang dijarah koruptor dan disimpan di Singapura sangat sulit prosedurnya.   

Djoko mengatakan untuk mengadakan kerjasama di bidang hukum dengan negara lain bukan perkara mudah. Selain itu, fenomena koruptor yang melarikan diri ke luar negeri bersama dengan asetnya sudah jamak dilakukan.   

"Oleh karena itu, dengan modernisasi saja tidak cukup. Diperlukan suatu kerjasama antara negara. Pemerintah menyadari bawah tindak pidana korupsi mungkin terjadi di negara kita tapi pelaku bisa pindah dari satu negara ke negara lain. Maka mutual harus ada kesepakatan kedua belah pihak dan didesain dengan negara tempat hasil tindak pidana korupsi itu disimpan,” urainya. (SP)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar