Rabu, 17 Oktober 2012

8 Anggota DPRD Banten Mangkir


*Terkait Kasus Dugaan Korupsi Rp 590 juta. 
SERANG, (SUARA LSM) - Sebanyak 8 anggota DPRD Banten mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus)  Polda Banten, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan baju dinas untuk 85 anggota DPRD Banten pada tahun anggaran 2011 senilai Rp 590 juta. 

Kedelapan anggota DPRD Banten tersebut dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Sekretaris Dewan (Sekwan) Banten Dadi Rustandi dan dua orang pengusaha bernama Bahtiar dan Yayat.   

Kedelapan anggota DPRD Banten yang dijadwalkan diperiksa penyidik  Polda Banten pada Selasa (16/10)  yakni HM Sukira dari Fraksi PDI Perjuangan, Upiyadi Moeslekh dari Partai Hanura, Urip Saman dari Partai Bulan Bintang  (PBB), IiP Ipwaniah  dari Partai Golkar, Haris Wijaya dari Partai Demokrat), Tati Hartati Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fahruroji dari Partai Golkar, dan Irfan Maulidi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).   

Direskrimsus Polda Banten Kombes Pol Purwo Cahyoko mengatakan, jika pada pemanggilan pertama ini para anggota DPRD Banten itu tidak datang, maka akan dilayangkan  surat pemanggilan kedua.   

“Namun kalau pemanggilan kedua tetap tidak datang, tidak menutup kemungkinan akan melakukan penjemputan paksa,” tegasnya.   

Menurutnya, keterangan para anggota DPRD Banten ini sangat diperlukan untuk  mengetahui proses awal dilakukannya pengadaan baju dinas hingga dibagikan baju dinas tersebut kepada 85 anggota DPRD Banten. 

“Anggota  DPRD Banten  sebagai penerima pakaian dinas. Karena itu   kami ingin mengetahui baju apa saja yang diterima oleh anggota DPRD Banten tersebut,” jelasnya.   

Purwo  mengaku, para tersangka dalam kasus tersebut  tidak ditahan, karena  lama waktu  menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan  (BPKP.)   

“Kami tidak menahan para tersangka karena kami  khawatir hasil audit BPKP belum keluar setelah habis masa penahanan tersangka. Sehingga jika para tersangka kembali dikeluarkan, kami juga khawatir adanya pandangan buruk dari masyarakat kepada kepolisian,” jelasnya.   

Sementara itu,  anggota DPRD Banten HM Sukira mengaku belum menerima surat panggilan dari penyidik Polda Banten terkait perkara tersebut. Menurut dia surat pemanggilan itu juga tidak ditemukan di rumah atau di ruang Fraksi  PDI Perjuangan. 

“Saya sudah  tanya kepada staf komisi juga tidak ada surat panggilan dari Polda Banten itui  untuk saya,” jelasnya.   

Menurut Sukira dirinya akan memenuhi panggilan dari Polda Banten jika sudah menerima surat pemanggilan. Apalagi, kata Sukira, Polda Banten sebagai mitra kerja Komisi I DPRD Banten yang saat ini dipimpin olehnya. 

“Perkara itu saat saya menjadi anggota komisi bukan saat menjadi ketua komisi. Sehingga saya tidak tahu soal pengadaan baju dinas tersebut,” jelasnya.   

Ketua DPRD Provinsi Banten Aeng Haerudin berjanji tidak akan melakukan intervensi dalam kasus tersebut. 

“Sebagai warga yang baik tentu kita harus hormati proses hukum. Kami juga tidak akan intervensi," kata Aeng.  

Dia juga mengaku telah menerima surat pemberitahuan terkait rencana pemeriksaan 8 anggota DPRD tersebut. Namun, Aeng tidak mau menjelaskan nama anggota dewan yang akan dipanggil tim penyidik. 

"Nanti juga tahu siapa saja yang dipanggil polisi, dan yang pasti ini lintas fraksi," jelas Aeng.   

Menurutnya,  dalam pemanggilan anggota dewan ini, pihak kepolisian tidak memerlukan surat izin dari Gubernur Banten selaku kepala daerah. Karena pemanggilan terhadap 8 anggota dewan, lanjut Aeng, baru sebatas saksi dan bukan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.   

Untuk di ketahui,  Ditreskrimsus Polda Banten telah melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi tersebut ke Kejati Banten, Jumat (14/9) lalu. Berkas ketiga tersangka yakni Sekwan Banten Dadi Rustandi dan dua dari pihak pengusaha Bahtiar dan Yayat  disusun secara terpisah (split).   

Pasal yang dikenakan untuk Dadi Rustandi yakni pasal 2 dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan untuk tersangka Yayat dan Bahtiar dijerat dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.   

Pengadaan baju dinas bagi 85 anggota DPRD dilakukan Sekretariat Dewan Banten pada 2011 dengan anggaran Rp590 juta. Anggaran sebesar itu untuk pengadaan satu stel pakaian sipil lengkap (PSL) dan pakai sipil resmi (PSR). 

Pada pengerjaannya, ternyata diketahui anggaran tersebut sudah sepenuhnya diterima seratus persen, namun pengerjaannya nol persen. [net]

0 $type={blogger}:

Posting Komentar