Kamis, 11 Oktober 2012

Ganti Rugi BKT Diduga DIMark-Up

Proyek Banjir Kanal Timur

JAKARTA, (SUARA LSM) — Meskipun proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di Jakarta Timur sudah lama rampung, namun hingga kini masih menyisakan masalah. Salah satunya kasus dugaan penggelembungan (mark up) dana ganti rugi pembebasan lahan Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya III di Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Walikota Jakarta Timur, Murdhani, yang dikonfirmasi Harian Terbit ketika mengajukan permohonan pensiun beberapa waktu lalu, mengaku tidak tahu apakah kasus BKT yang tengah diusut pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tersebut terjadi saat ia menjabat walikota atau sebelumnya.
“Saya lupa dan tidak tahu apakah pembebasan tanahnya terjadi saat saya menjabat walikota atau sebelumnya? Anda cek lagi deh ke Panitia Pengadaan Tanah (P2T) untuk proyek Banjir Kanal Timur (BKT), saya gak pegang datanya,” kata Murdhani, yang sejak Rabu 3 Oktober 2012 lalu sudah tidak lagi menjabat Walikota Jakarta Timur. Sebagai gantinya Wakil Walikota Krisdiyanto ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt).
Mark Up
Sementara mantan Bagian Sekretariat P2T, Eka Dharmawan yang ditemui Harian Terbit, belum bersedia menjelaskan dengan alasan masih perlu waktu untuk membuka kembali file, data, dan berkas-berkas terkait pembebasan pembebasan lahan BKT di Pondok Bambu, Duren Sawit.
“Nanti deh, saya harus bongkar berkas dulu. Lagi pula anggota tim P2T masih pada di lapangan,” kata Eka Dharmawan, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Tata Ruang, Kantor Walikota Jakarta Timur.
Sementara itu keterangan yang dikumpulkan Harian Terbit di lapangan menyebutkan, kasus dugaan penggelembungan dana ganti rugi BKT tersebut terjadi terhadap lahan pengganti untuk Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya III Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Kasus proyek BKT yang diduga merugikan keuangan negara Rp1,6 miliar tersebut, menurut keterangan saat ini sudah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan oleh pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Menurut temuan tim, diduga telah terjadi penggelembungan (mark up) harga tanah menjadi Rp537 ribu per meter. Padahal sebenarnya harganya jauh di bawah angka tersebut. (HT)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar