Selasa, 16 Oktober 2012

Malik Optimistis Pemberantasan Korupsi Berjalan Baik


JAKARTA, (SUARA LSM) - Anggota Fraksi PKB MPR RI Abdul Malik Haramain optimistis pemberantasan korupsi di Indonesia akan berjalan baik, jika langkah-langkah yang dilakukan KPK mendapat dukungan politik yang kuat dari pemerintah.   

"Saya melihat pimpinan KPK saat ini sudah cukup berani dalam melakukan pemberantasan korupsi tapi belum mendapat dukungan politik yang kuat dari pemerintah," kata Abdul Malik Haramain pada "Dialog Pilar Negara: Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (15/10).   

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari dan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Yenti Ganarsih.   

Menurut Malik, sudah cukup banyak kasus dugaan korupsi berskala besar yang diungkap oleh KPK meskipun personelnya sangat terbatas.   

Namun pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan KPK, menurut dia, belum sepenuhnya mendapat dukungan.   

Politisi PKB ini mencontohkan, pada pengungkapan kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri, pihak Polri bukannya mendukung KPK tapi malah berusaha menangkap penyidik KPK yang menanganinya, Novel Baswedan.   

Karena itu, Malik mengapresiasi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menengahi kasus tersebut dengan meminta Polri untuk menyerahkan sepenuhnya pengungkapan kasus dugaan korupsi simulator SIM kepada KPK.   

Di sisi lain, Malik melihat, ada upaya pelemahan kewenangan KPK melalui regulasi dengan mengusulkan perubahan UU KPK.   

Ia mencontohkan, pada usulan revisi UU KPK yang saat ini masih menunggu keputusan di DPR RI antara lain, kewenangan penuntutan dihapuskan serta kewenangan penyadapan harus mendapat izin dari pengadilan.   

"Usulan revisi UU KPK ini jelas ingin melemahkan kewenangan KPK," katanya.   Menurut dia, jika regulasi KPK dilemahkan, bagaimana KPK ingin berbuat banyak.   

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Yenti Ganarsih menilai KPK personel dan fasilitasnya sangat terbatas sehingga penangangan kasus korupsi juga terbatas.   

Ia mencontohkan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, ruang sidangnya hanya dua unit, padahal kasus korupsi yang disidangkan cukup banyak.   

"Saya sering diundang sebagai saksi ahli, tapi harus menunggu sangat lama. Pernah saya diundang untuk persidangan pukul 11.00 WIB, tapi baru mulai sidang pada malam hari," katanya.   

Yenti juga mengusulkan, agar hukuman terhadap terdakwa kasus korupsi dengan hukuman seberat-beratnya untuk menimbulkan efek jera.   

Menurut dia, hukuman hanya dengan UU KPHP saja belum cukup tapi harus diberangi dengan UU Pencician Uang sehingga vonisnya bis amelebihi 10 tahun. (net)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar