Senin, 28 Januari 2013

Anggaran Negara Jadi ‘Bancakan’ Wakil Rakyat?

Jakarta, (SUARA LSM), Sungguh ironis. Disinyalir anggaran negara, selama ini ternyata menjadi ‘bancakan’ anggota dewan, khususnya yang duduk di badan anggaran. Dan praktek mafia anggaran ini dimulai dari hulu hingga ke hilir.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Anggaran mencatat enam celah yang berpotensi menyuburkan praktik mafia anggaran di DPR. Enam celah tersebut berkaitan dengan proses perencanaan anggaran.
“Sungguh luar biasa, praktek korupsi di negeri ini. Kapan rakyat akan sejahtera, kalau anggaran negara saja menjadi ‘bancakan’.  Sementara rakyat miskin kian bertambah. Hutang RI ke luar negeri lebih dari 1000 triliun rupiah, bunga hutang saja lebih dari 100 triliun yang harus dibayar setiap tahun. Mau dibawa kemana negara ini?” ujar Firdaus SH, praktisi hukum yang juga pengamat sosial politik kepada MediaTOR menanggapi temuan beberapa LSM tersebut.
Ungkapan senada juga diungkapkan Ketua Umum BPN (Badan Pekerja Nasional) LSM Indonesian Corruption Investigation (ICI) Helmi Thaher. “Reformasi ternyata tidak berjalan. Praktek korupsi kian terang-terangan. Sangat tragis, kalau anggota badan anggaran DPR justru menjadikan anggaran negara sebagai ‘bancakan’, tandas Helmi kepada MediaTOR baru-baru ini. 
Sejumlah LSM tersebut terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Indonesia Budget Center, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, dan Yappika, itu menyampaikan hal tersebut di Jakarta, Minggu, pekan lalu.
“Kenapa sih korupsi anggaran masif terjadi? Kalau terkait APBN, beberapa yang kami cermati, ada beberapa celah yang menyebabkan praktik mafia anggaran di DPR,” kata peneliti IBC, Roy Salam.
Menurut Roy, celah yang pertama berkaitan dengan kewenangan DPR dalam menyusun  dan menetapkan APBN. Badan Anggaran DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR memiliki kewenangan luar biasa dalam menentukan jatah kue APBN untuk kementerian dan lembaga negara.
“Termasuk penerimaan hibah atau pajak negara,” kata Roy. Bahkan, katanya, Banggar dapat menentukan perusahaan-perusahaan mana yang akan melaksanakan sejumlah proyek di kementerian. Kondisi tersebut rentan akan praktik penyimpangan. “Banggar powerfull dalam menentukan besar kecilnya anggaran, masuknya program-program baru, kalau ada perubahan anggaran sering kali modusnya mark up,” katanya.
Celah yang kedua, lanjut Roy, proses penyusunan anggaran yang tidak transparan dan cenderung tertutup mulai dari perencanaan hingga tahap penetapan. “Dari rapat-rapat Banggar terkait anggaran sering kali tidak tertib. Ada yang dibahas di DPR, ada juga yang di luar forum di Senayan. Tentu spirit-spiritnya menjauhkan pemantauan publik,” ujar Roy.
Ketiga, munculnya pos alokasi dana di luar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Menurut Roy, dalam undang-undang itu sebenarnya hanya dikenal Dana Perimbangan. Namun, beberapa waktu lalu Banggar memunculkan alokasi dana di luar ketentuan resmi bernama Dana Penyesuaian dan Percepatan Pembangunan.
“Ini berawal dari celah antara pendapatan dan belanja negara. Sehingga selisihnya sering dimanfaatkan mafia anggaran untuk dialokasikan dengan alasan untuk daerah. Padahal tidak ada di undang-undang,” papar Roy.
Keempat, tidak adanya rapat dengar pendapat umum yang melibatkan masyarakat dalam pembahasan rancangan undang-undang APBN. Padalah umumnya pengesahan suatu RUU harus melalui RDPU dengan masyarakat. “Ini berdampak pada pembahasan yang cenderung eletis, kental nuansa politik, dan tertutup,” ujar Roy.
Dia melanjutkan, celah yang kelima adalah ketimpangan antara rencana alokasi dengan kebutuhan daerah atau konstituen. Prinsip alokasi anggaran berdasarkan kebutuhan konstituen tidak diterapkan. “Banggar kurang perbarui data riil di lapangan sehingga alokasinya cenderung kepada kepentingan politik,” tambahnya.
Sedangkan celah keenam, adanya hukum “Memancing Uang dengan Uang” atau proses jual beli alokasi dana untuk daerah. “Misalnya, saat daerah minta anggaran, untuk memperlancar harus memberikan fee dulu kepada mafia anggaran,” kata Roy.
Hal itu dimungkinkan demi mengucurnya anggaran ke daerah. Atas enam celah tersebut, Koalisi Anti Mafia Anggaran meminta DPR untuk segera memperbaiki sistem dan mekanisme pembahasan APBN baik di komisi-komisi maupun di Banggar. Lalu, KPK diminta melakukan tindakan pencegahan hingga upaya hukum terhadap modus pada calo mafia anggaran. (Tim)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar