Rabu, 13 Februari 2013

PHK Massal Menghantui Pada April

Ilustrasi

JAKARTA, (SUARA LSM) - PHK massal menghantui pada April mendatang. Hal tersebut dikhawatirkan Menteri Perindustrian, Mohamad Suleman Hidayat adanya pemutusan hubungan kerja pada April 2013, terkait dengan permasalahan penangguhan kenaikan upah minimum provinsi.

 "Permasalahan penangguhan kenaikan UMP jika tidak disikapi dengan benar, saya takutkan pada bulan April mendatang akan ada PHK, dan saya harapkan bukan besar-besaran," kata M.S. Hidayat di Jakarta, Rabu (13/2).

 Hidayat menjelaskan bahwa PHK tersebut karena sebagian besar dari sektor padat karya yang mengajukan penangguhan tersebut benar-benar tidak mampu menanggung beban dengan adanya kenaikan UMP sebesar 43 persen itu.

 "Saya akan bicara dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait dengan masalah ini supaya pengajuan penangguhan untuk 1.312 perusahaan tersebut bisa dilakukan meskipun tidak untuk semuanya," katanya.

 Menurut dia, akan ada konsekuensi yang besar apabila penyelesaian terkait dengan penangguhan UMP tersebut dilakukan dengan tidak baik dan benar karena bakal terjadi PHK.

 "Ada kurang lebih 900.000 karyawan dan diwakili oleh kurang lebih 1.300 perusahaan yang mengajukan penangguhan tersebut," katanya menegaskan.

 Hidayat mengatakan bahwa pemerintah yang akan mengatur masa transisi tersebut melalui perubahan peraturan menteri.

 "Ini merupakan keadaan darurat, dan harus menyelamatkan para pekerja agar tidak terkena PHK," tegas Hidayat.

 Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengklaim sebanyak 1.312 mengajukan permohonan penangguhan penerapan UMP 2013.

 Ia menyebutkan di Jawa Barat tercatat 384 perusahaan yang menaungi 371.439 tenaga kerja; DKI Jakarta sebanyak 378 perusahaan dengan 237.302 tenaga kerja; Kepulauan Riau sebanyak 258 perusahaan dengan 29.354 tenaga kerja; Banten sebanyak 199 perusahaan dengan 272.223 tenaga kerja.

Upah UKM Tidak Naik
 Seperti diberitakan sebelumnya di beberapa media, sebanyak 22 provinsi sudah menaikan upah buruh. Industri padat karya dan UKM terkena imbasnya. 
Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dan pemilik usaha padat karya menjerit mendapati putusan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mengenai besaran upah minimum Provinsi DKI Jakarta 2013. Upah minimum sebesar Rp 2,2 juta per bulan yang naik hampir 44% itu dinilai terlalu besar. Jeritan mereka itulah yang kemudian menjadi salah satu topik pembahasan dalam rapat kabinet di kantor presiden, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hasil rapat itu memberi angin segar bagi pelaku UKM. "Usaha kecil menengah tidak diwajibkan menerapkan UMP," kata Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, usai mengikuti rapat. Pelaku usaha yang lebih besar yang tidak mampu menerapkan UMP dipersilakan mengajukan penangguhan kepada gubernur.
Penangguhan pelaksanaan UMP itu, kata Hidayat, difokuskan pada tiga sektor industri padat karya, yaitu garmen, sepatu, dan tekstil. "Setelah diteliti bahwa labour intensive industry profit tidak besar, karena bila terjadi sesuatu, karyawannya terkena," Hidayat menambahkan.
Adapun perusahaan di luar tiga sektor itu, mayoritas tak khawatir dengan besaran UMP. Mereka lebih mengkhawatirkan aksi sweeping yang memaksa pekerja ikut unjuk rasa atau mogok kerja. Bagi pengusaha yang akan mengajukan penangguhan, pemerintah meminta mereka membicarakannya secara internal dengan karyawan atau bipartit. Ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi di lingkungan perusahaan itu sehingga tidak menimbulkan gejolak di dalam.
Besaran UMP di berbagai provinsi itu mengalami kenaikan. Persentasenya bervariasi, dari yang terendah 8,75% hingga yang paling tinggi 43,87%. Kenaikan terendah terjadi di Provinsi Sumatera Utara, dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,305 juta. Adapun yang paling tinggi adalah DKI Jakarta, dari Rp 1.529.150 menjadi Rp 2,2 juta.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menekan Surat Keputusan (SK) Nomor 189 Tahun 2012 tentang Besaran UMP DKI 2013 itu pada 20 November lalu. Jokowi meneken keputusan itu di tengah belum adanya titik temu angka UMP antara pengusaha dan buruh. Buruh mengusung angka Rp 2,7 juta, pengusaha Rp 1,978 juta, dan pemerintah Rp 2,176 juta. Angka itu muncul dalam sidang di Dewan Pengupahan Jakarta yang dihadiri tripartit, yaitu buruh-pengusaha-pemerintah.
Kalangan pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memilih walkout dalam sidang di Dewan Pengupahan. Mereka menilai Dewan Pengupahan tak bersidang sebagaimana seharusnya, yaitu menampung aspirasi semua unsur dalam tripartit dan lebih pro-buruh.
Bagi pengusaha, keputusan Jokowi itu dianggap sebagai kezaliman. Adapun bagi buruh, putusan Jokowi itu adalah jalan tengah yang manis. "Saya sudah minta semuanya bisa menerima. Kalau berbicara senang tidak senang, puas tidak puas, orang hidup enggak ada habisnya," kata Jokowi.
Meskipun rapat kabinet telah memutuskan bahwa UKM tak perlu membayar upah minimum seperti yang diputuskan gubernur, dalam putusannya Jokowi tak menyebutkan jenis dan besaran usaha yang boleh tidak mengikuti besaran UMP DKI 2013 itu. Dalam SK-nya, Gubernur DKI itu hanya menyebutkan bahwa perusahaan yang tidak mampu membayar UMP sesuai dengan SK bisa mengajukan penangguhan kepada gubernur melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta. (SG)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar