Minggu, 17 Maret 2013

Pemilih Pemula Sangat Tergantung Pada Iklan Kampanye

Jakarta, (SUARA LSM) - Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI), Effendi Ghazali menjelaskan untuk mengambil simpati kalangan pemuda dalam mendapatkan suara pada pemilu 2014 mendatang harus ditentukan pada kemasan iklan yang menarik. Lantaran, kalangan muda atau pemilih pemula sangat tertarik terhadap popularitas seseorang yang kerap muncul di media massa khususnya televisi.

"Pemilih pemula atau pemilih muda itu sangat tergantung pada kemasan iklan, seperti iklan-iklan di tengah kota dan televisi sehingga kalangan muda sangat tergoda untuk memilihnya. Seperti yang dilakukan pak Hary Tanoe Soedibyo yang mulai sering masuk iklan dan Prabowo Subianto," kata Effendi saat menjadi pemateri dalam Pelatihan Nasional Kominfo Pengurus Pusat Tunas Indonesia Raya (Tidar) di Hotel Ibis Arcadia, Jakarta Pusat, Sabtu (16/3).

Akibat ingin mendapatkan suara dan dukungan dari kalangan muda, maka akhirnya para tokoh-tokoh politik saat ini lebih menjadi selebritis untuk bisa masuk TV dan iklan sehingga dapat dipilih oleh masyarakat pada saat pemilu yang akan datang.

"Begitu juga kebalikannya, bahwa para selebritis kini lebih mudah untuk masuk di dunia politik. Dan puncaknya itu pada pilkada jawa barat dimana para kandidatnya kebanyakan dari kalangan selebritis, seperti Dedi Yusuf, Dedy Mizwar, dan Rieke Diah Pitaloka," tuturnya.

Tapi, menurut Effendi, dalam konteks menaikan popularitas untuk supaya dipilih oleh kalangan muda maka lawan-lawan politik dari para tokoh tersebut juga sangat mudah merubah pandangan politik dan persepsi masyarakat khususnya kalangan muda dengan dibuat sinisme politik sebagai bagian dari komunikasi politik untuk menjatuhkan lawan politiknya melalui media social, talk show televisi dan radio serta media massa lainnya.

"Jadi, Kalau ingin menjual caleg atau pemimpin tertentu untuk supaya dipilih oleh kalangan muda adalah harus memunculkan karakter dari tokoh yang akan dipilih tersebut dan bukan figurisasi. Dan menurt saya itu karakter yang kuart dalam memimpin bangsa itu ya Jokowi. Karena dia punya karakter yang kuat," imbuhnya.

"Jadi saat ini seharusnya partai politik seperti Gerindra memasukkan orang-orang baik, karena saat ini susah menjadikan orang baik untuk menjadi pemimpin," tukasnya.

Ketua Umum Tidar, Aryo Djojohadikusumo, meminta seluruh calon kepala daerah dari parta Gerindra untuk tidak lagi mengunakan konsep kotak kotak Jokowi Basuki. Kekalahan cagub gubernur yang didukung Gerindra seperti di Sumut dan Jabar membuktikan "pengocopian" kotak kotak tidak berhasil.

"Caleg, calon kepala daerah tingkat provinsi, Kota/ kabupaten,Harus punya kreasi sendiri dan baru. Jangan tiru gaya kotak kotak, kegagalan sumut dan Jabar bukti itu tidak berhasil," ujarnya.

Aryo meminta semua kader Gerindra untuk meningkatkan sosialisasi kegiatan positif yang selama ini sudha dikerjakan, namun kurang dipublikasikan. Sosialisasi Tidar dan Gerindra tidak melulu harus dengan kegiatan sosial dan menyantuni panti asuhan. Tapi harus sudah menjangkau semua fasilitas tekonogi informasi dunia maya.

"Banyak organisasi saya partai lain kegiatannya tidak jelas, tapi sosialisasinya luar biasa, sementara Tidar dan Gerindra kegiatannya jelas tapi kurang publikasi. Ini harus kita balik selama 13 bulan mendatang," tegasnya.[rm]

0 $type={blogger}:

Posting Komentar