Kamis, 06 Juni 2013

ICI Desak KPK Ambil Alih Kasus Korupsi Gubernur Kaltim

Selamatkan Aset Negara

Wakil Koordinator Badan Pekerja Nasional ICI
Lamsihar Purba
Samarinda, (SUARA LSM) - Uang empat kardus ke politisi DPR dan 294 kepala daerah terjerat korupsi, hingga kasus korupsi Awang Farouk divestasi saham PT Kaltim Prima Coal sebesar Rp 576 miliar yang menjadikan Gubernur Kaltim Awang Farouk tersangka sejak 6 Juli 2010, dihentikan penyidikannya tanggal 28 Mei 2013 SP3 Kejagung No. Print-01/F.2/Fd/105/2013 tanggal 28 Mei 2013.
Wakil Jaksa Agung Darmono yang sempat menyebut kasus Awang jalan terus dan tak terpengaruh proses Pilkada Kaltim, saat dikonfirmasi Darmono tak dapat dikontak. 
Di hari Lahir Pancasila, kita menghadapi tantangan besar pemberantasan korupsi. Tiga berita yang mengagetkan tersebut membuat masyarakat sangat khawatir. Seakan korupsi di negeri ini bagaikan ladang membantai uang rakyat. Pendidikan macam apa yang disampaikan oleh pejabat publik kita yang harusnya ada di garda depan memberi teladan.          

Kasus korupsi divestasi saham PT KPC senilai Rp 576 miliar tersebut, menyeret Awang Farouk Ishak yang kini menjabat sebagai Gubernur Kaltim, mendapat sorotan Indonesia Coruption Investigation (ICI). ICI mendesak KPK mengambilalih kasus itu.

"Ada 2 syarat pengambilalihan kasus oleh KPK. Pertama, kasus telah menjadi perhatian publik, kedua penanganan yang berlarut-larut. Tidak ada alasan lagi (KPK tidak mengambil alih kasus tersebut)," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja Nasional ICI Lamsihar Purba, SH, MBA Lamsihar Purba, SH, MBA dalam perbincangan bersama wartawan di kantornya Jakarta, Rabu (5/6/2013).

Lamsihar mengatakan, Jampidsus yang saat ini tengah menangani kasus Awang, juga perlu dievaluasi oleh Jaksa Agung. Mengingat, kasus ini patut diduga persoalannya terletak pada penyidik kejaksaan.

"Jaksa Agung perlu mengevaluasi Jampidsus. Ini ada yang aneh. Perlu ada kepastian hukum terkait kasus itu," ujar Lamsihar.

Kejagung menetapkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak sebagai tersangka atas penyelewengan kas negara yang terjadi pada tahun 2002 hingga 2008. Penyelewengan ini berawal pada 5 Agustus 2002 silam. Ada perjanjian antara PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan Pemerintah. Dalam perjanjian itu, PT KPC wajib menjual 18,6 persen saham mereka kepada Pemda Kutai Timur. Saat itu, Awang menjabat sebagai bupati di daerah tersebut.

Dalam kurun waktu 3 tahun ini, Awang baru menjalani 1 kali pemeriksaan oleh tim Kejagung, bertempat di ruang serbaguna Kejaksaan Tinggi Kaltim di Samarinda, dalam status dan kapasitasnya sebagai tersangka. Awang yang tersangka sejak 6 Juli 2010 mengaku sudah menerima surat Penghentian Penyidikan (SP3). 

KPK Lebih Berkompeten 
Publik lebih melihat KPK sebagai badan yang diharapkan bertindak luar biasa dalam memberantas korupsi, KPK diserahi 5 (lima) tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK), yaitu :
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana Korupsi;
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Tugas koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan dan monitoring merupakan tugas-tugas yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Antara yang satu dengan yang lain saling berkelindan dalam pemberantasan korupsi. Hanya saja dalam pelaksanaan, bisa saja tugas tertentu lebih menonjol dibanding yang lain. Dalam hal ini, amatan publik tentunya lebih melihat KPK dalam pelaksaan tugas penindakannya. Sementara tugas lainnya seperti koordinasi dan supervisi tidak begitu terlihat. Padahal tugas ini merupakan tugas utama KPK dalam mendukung institusi penegak hukum lainnya seperti kejaksaan, kepolisian dalam mempercepat pemberantasan korupsi.

Hal ini menunjukkan, tugas dan wewenang koordinasi dan supervisi KPK merupakan salah satu kewenangan strategis yang diberikan pada KPK. Di samping itu, tugas dan wewenang koordinasi serta supervisi ini tepat mendukung didesainnya KPK sebagai mekanisme pemicu (trigger mechanism) badan atau institusi lainnya dalam mempercepat pemberantasan korupsi.

Supervisi merupakan tugas utama KPK dalam pemberantasan korupsi. Hal ini diharapkan akan berimplikasi pada penguatan Kepolisian dan Kejaksaan yang bersinergi dengan KPK dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.
Sementara itu, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Sarosa Hamong Pranoto berpendapat dimulainya kasus setelah SP3 akan memberikan masalah. “Kecuali atau obyeknya berbeda. Kalau masih sama dan diperiksa dari awal tentu akan menjadi masalah,” tukasnya.
Dia berpendapat penetapan SP3 memberikan kejelasan bahwa kasus tidak bisa dilanjutkan. Namun, dengan dimulainya proses penyidikan kasus dari awal tentunya menunjukkan bahwa kasus masih bisa dilanjutkan. 
Namun, ICI berpendapat jika KPK kembali memproses diharapkan dapat memberikan titik terang atas kasus Awang Farouk yang di SP3-kan Kejaksaan Agung. (Polo)           

0 $type={blogger}:

Posting Komentar