Kamis, 20 Februari 2014

Gugatan CLS Kenaikan Harga BBM Kandas Karena Notifikasi

Jakarta, Suara LSM Online - Upaya 23 warga negara yang menggugat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak Bersubsidi kandas di putusan sela majellis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/2).
Pengadilan memutuskan menghentikan pemeriksaan Gugatan Warga Negara atau citizen law suit (CLS) yang dilayangkan 23 warga negara dalam Tim Advokasi Warga Negara Menggugat (Tawan Gugat) terhadap Presiden RI, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Utama PT Pertamina, Kementerian Keuangan, dan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Setelah memeriksa dan mengadili perkara gugatan warga negara ini, majelis melihat gugatan penggugat tidak dapat diterima. Pasalnya, penggugat tidak memenuhi syarat formil dari model gugatan warga negara (CLS).
“Tidak dapat menerima gugatan penggugat,” ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango saat membacakan putusan sela di ruang sidang. Dua anggota majelis lain yang memutus perkara ini adalah Aroziduhu Warowu dan Edi Suwanto.
Syarat formil yang tak dipenuhi penggugat adalah mengenai pengiriman notifikasi penggugat kepada para tergugat. Lantaran hukum Indonesia belum mengatur secara jelas praktik CLS, majelis harus merujuk praktik CLS di negara-negara yang menggunakan mekanisme gugatan CLS.
Pada negara-negara yang menganut sistem Common Law sebagai pengguna model CLS, biasanya mengharuskan penggugat mengirim notifikasi terlebih dahulu selambat-lambatnya dua bulan sebelum gugatan warga negara diajukan. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada penyelenggara negara memperhatikan atau memperbaiki objek yang akan digugat.
Selain itu, notifikasi bisa juga bertujuan untuk memberitahukan ada warga negara yang ingin menggugat penyelenggara negara tersebut.
Penggugat berdalih bahwa konferensi pers, artikel-artikel di media massa, dan brosur seputar gugatan kenaikan BBM bersubsidi ini seharusnya bisa dianggap sebagai bentuk peringatan kepada penyelenggara negara. Hal-hal tersebut bahkan dinilai lebih dari notifikasi. Pemberitaan-pemberitaan sudah belangsung selama satu tahun lebih.
Namun, majelis tak sepakat dengan dalil tersebut. Majelis berpandangan artikel-artikel di media massa tidak masuk kategori notifikasi. Pasalnya, artikel-artikel dan brosur tidak memenuhi syarat-syarat dari pemateraian, yaitu dikirimkan kepada pihak yang dituju dan dibuktikan dengan tanda terima.
“Konferensi pers dan brosur tidak dapat dihubungkan dengan mekanisme notifikasi,” jelas Nawawi ketika membacakan putusan.
Sebagai informasi, 23 penggugat di antaranya adalah Ahmad Syafrudin, Dicky Riswin, Hikmat Subiadinata, Erizam, dan Sri Bintang Pamungkas menggugat Presiden dan lembaga-lembaga lain karena melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan dan telah menyesatkan rakyat saat menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tidak sesuai dengan kualitas BBM yang diterima rakyat.
Kala itu, pemerintah berdalih negara harus menaikkan harga BBM karena Indonesia adalah salah satu negara dengan harga BBM yang rendah. Padahal, menurut penggugat hal tersebut tidak dapat disamakan. Setiap negara memiliki spesifikasi BBM yang berbeda.
Selain Angka Oktannya (RON) hanya 88, kadar Olefin-nya juga relatif tinggi, yaitu masih di atas 35%. Begitu juga kadar Aromatic dan benzene masing-masing di atas 50% dan 5%.  Tak hanya itu, penggugat juga menemukan fakta BBM Bersubsidi Bensin Premium Indonesia mengandung unsur Ferrocene, yaitu material pembentuk abu/debu yang tidak diperkenankan, sebagaimana SK Direktur Jenderal MIGAS No:  3674 K/24/DJM/2006 tertanggal 17 Maret 2006 tentang Spesifikasi BBM Bensin Premium. Unsur ini sengaja diinjeksikan ke Bensin Premium untuk meningkatkan angka oktan dengan cara yang murah ketimbang meningkatkan proporsi HOMC (High Octane Mogas Component).
Karenanya, penggugat memandang sangat wajar jika Bensin Premium RON 88 di Indonesia dipasarkan dengan harga Rp 4.500/L jauh di bawah harga bensin regular di negara-negara Asia seperti, Vietnam sekitar Rp 9.000/L (Euro 2), Malaysia yang dipatok Rp 6.175/L (Euro 2), India sekitar Rp 12.000/L (Euro 4), Jepang sekitar Rp 17.000/L (Euro 5) dan bensin di Amerika Serikat dengan harga jual US$ 3,9/USG atau setara Rp 8.970/L (Euro 5). Hal ini dianggap konsekuensi dari perbedaan kualitas. (TIM)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar