Rabu, 05 Maret 2014

Tikus Parlemen

Suara LSM  Online - Pernah Anda mendengar bahwa di Ponorogo anggaran perbaikan jalan sebesar 22 Milyar lebih tiba-tiba  menguap begitu saja?. Akibatnya jalan daerah di Ponorogo sepanjang kurang lebih 466 Km mengalami rusak berat. Masyarakat mengalami kesulitan mengakses mobilitas perokonomian dan komunikasi. Nyaris keadaan ini menimbulkan tanda Tanda Tanya besar, yang patut bertanggungjawab dalam hal ini siapa?

Sekarang mari kita lihat sikap bupati. Bupati Amin (16/1) ketika mengumpulkan kepala desa se Ponorogo, ia mengatakan; Mayarakat Ponorogo jangan menyalahkan saya, kalau saya nggak pernah membangun Ponorogo itu disebabkan karana anggota dewan tahun 2014 ini minta dana sosial, misalnya dana untuk beli seragam peladen, beli seragam Yasinan, beli terob, pembuatan tempat ibadah, dll. Total dana yang diminta sejumlah 22 Milyar , berasal dari APBD 2013. Dana spektakuler, terlalu fantastis dan ironis, otoritas kepala daerah dikalahkan oleh kepentingan anggota dewan hanya ‘alasan bansos’. Jalan-jalan daerah untuk akses masyarakat dibiarkan rusak, rakyat menderita karenanya.

Sementara itu banyak laporan dari masyarakat, bahwa masyarakat tidak pernah membuat proposal permintaan dana social. Para wakil rakyatlah yang menawarkan sejumlah dana. Masyarakat diminta mengusulkan sejumlah proyek, “nanti akan saya perjuangkan proyek-proyek ini terwujud. Tetapi sampeyan dan masyarakat di sini harus sepakat dulu, nanti pas pemilu legislative masyarakat di sini harus memilih saya, pernyataan itu harus dinyatakan secara tertulis. Jadi kalau ada parpol yang lain, tidak bisa masuk. Untuk itu bapak kepala desa, bapak ketua RT dan tokoh masyarakat, supaya mengumpulkan tanda tangan persetujuan ini. Kalau sudah terkumpul tandatanga seluruh warga maka pengerjaan proyek itu kami mulai. Dan seluruh kepala desa di sini, tidak usah buat proposal, nanti bapak-bapak tinggal tandatangan dan kasih stempel. Bapak kepala desa tidak diperkenankan baca isi proposal itu. Yang penting proyek desa itu berjalan mulus, ya kan?”

Nah seperti itulah pemandangan pemerintahan dan parlemen kita saat ini. Bupati ketakutan dengan anggota dewan yang mengusungnya menjadi kepala daerah. Sehingga bupati harus balas jasa kepada anggota dewan saat pemilu seperti ini. Bupati harus mengurangi, atau bahkan berani menghilangkan pos anggaran dalam APBD seperti di Ponorogo. Anggota dewanpun akhirnya bisa menaikkan citranya seratus delapan puluh derajat. Anggota dewan semakin tersanjung, uang rakyat dikatakan sebagai uang pribadi, biar dikatakan masyarakat sebagai pahlawan pejuang rakyat.

Parah!. Itulah strategi anggota perlemen kelabuhi rakyat. Yang pertama mengusung pemimpin pilon. Kemudian jadikan pemimpin itu bagai boneka untuk cukupi keperluan hidupnya. Kedua jadikan pemimpin itu sebagi tameng hukum, jika di kemudian hari ada masalah hukum . Oleh karena itu hati-hatilah pemilu nanti. Jangan pilih pemimpin yang bagi-bagi uang suap. Sebab pasti dikemudian hari mereka bakal mencari ‘pulihan’ uang yang pernah dibagi-bagikan kepada masyarakat. ( TIM )

0 $type={blogger}:

Posting Komentar