Rabu, 09 April 2014
Anas Akui Serang SBY
Posted by Tabloid Suara LSM Online on 12.26
JAKARTA Suara LSM Online - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas
Urbaningrum menegaskan, ia tidak menyerang atau melakukan kampanye hitam untuk
Partai Demokrat terkait hasil audit independen terhadap Pemilihan Presiden
(Pilpres) 2009 yang bakal dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, ia mengaku,
berbagai bukti dan dokumen kecurangan pemilihan umum (pemilu) digunakan untuk
menyerang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Tidak ada rumusnya Anas
menyerang Demokrat. Pertama, Anas pernah menjadi Ketua Umum Demokrat. Kedua,
sahabat Anas sedang nyaleg di DPR, DPRD, jadi tidak ada
menyerang Partai Demokrat. Tidak ada kamusnya Anas menyerang Demokrat. Tapi,
soal dana Pilpres 2009, terkait nyapres-nya
Pak SBY, ya benar,” tuturnya, Senin (7/4).
Hal tersebut
dilakukannya sebagai balas dendam atas yang telah dilakukan SBY kepadanya dalam
kasus korupsi Hambalang. Ia tidak membantah upayanya selama ini adalah untuk
menyerang Ketua Umum Partai Demokrat itu.
“Jadi kalau
dibilang menyerang Pak SBY, saya bilang memang iya. Ini hanya merespons yang
saya alami dari sikap dan tindakan SBY,” ucapnya.
Dalam perjalanan
pemeriksaannya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam
proyek pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan, dan Sekolah Olahraga Nasional
(P3SON) Bukit Hambalang, Bogor, Anas mengungkapkan kepada penyidik, ia
mengetahui adanya dana kampanya ilegal dalam Pilpres 2009.
Anas diminta
penyidik KPK melaporkan data yang ia miliki ke pengaduan masyarakat (dumas)
KPK. Saat ini, menurutnya, ia sedang mempersiapkannya. Anas meyakini,
laporannya akan mengungkapkan tindak pidana pencucian uang selain korupsi.
“Hal yang penting, saya sekarang sedang menyiapkan
penjelasan yang tadi itu. Penjelasan tentang data-data, dana kampanye Pilpres
2009, agar nanti para penelaah mudah melakukan tugasnya. Setelah ditelaah, saya
yakin itu bisa masuk tindak korupsi dan pencucian uang,” ujarnya.
Soal aliran dana
kampanye SBY dari skandal Bank Century, Anas enggan menjelaskan. Menurutnya,
itu tugas penyidik untuk mengusutnya. Apalagi, saat ini KPK masih mengembangkan
kasus tersebut.
“Ya, bukan tugas saya dong
untuk menyelidiki itu, tugas KPK. Sekarang KPK sedang menyidik, bahkan
memproses kan kasus Bank Century,” katanya.
Ia menegaskan, data
yang akan dilaporkannya bisa dipertanggungjawabkan. Data tersebut akan
menunjukkan ketidaksesuaian antara orang yang terdaftar menyumbang dan dana
sumbangan riil.
“Justru saya sampaikan, kalau
di dalam daftar itu orang yang ditulis menyumbang tidak menyumbang, berarti kan ada sumber dana sesunguhnya yang
tidak tercatat di situ. Sumber dana yang lain itulah yang perlu diselidiki,
apakah ada kaitan dengan Century atau tidak. Itu bukan tugas saya. Tugas saya
memberikan data, informasi, yang valid, yang autentik, yang benar, bukan
fitnah, bukan insinuasi. Membuat fitnah dan inisuasi (tuduhan tersembunyi-red)
itu bukan hobi saya,” tuturnya.
Arahan Boediono
Mantan Deputi
Direktur Pengawasan Perbankan Bank Indonesia (BI), Heru Kristiyana, yang
merupakan saksi pada persidangan kasus Bank Century, di pengadilan tindak
pidana korupsi (tipikor) menegaskan, mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono,
mengarahkan tidak boleh ada bank gagal pada 2008. Hal itu menjadi alasan Bank
Century harus dikucurkan dana talangan hingga Rp 6,7 triliun.
"Secara
tertulis, tanggapannya sesuai arahan Pak Boediono tidak boleh ada bank gagal
sehingga masalah Bank Century harus dibantu," ujar Heru.
Ia menjelaskan,
pesan Boediono tersebut disampaikan Deputi Gubernur Bidang V Pengawasan Bank
Umum dan Bank Syariah Siti, Chalimah Fadjriah, usai memperoleh laporan mengenai
permintaan penambahan modal yang diajukan mantan pemilik Bank Century, Robert
Tantular dan direktur utamanya, Hermanus Hasan Muslim, pada 30 Oktober 2008.
“Kami membuat
catatan dan mengatakan, bank ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukan
penambahan modal,” kata Heru. (TIM)
0 $type={blogger}:
Posting Komentar