Rabu, 16 April 2014

Dinasti Gubernur Riau

Riau, Suara LSM Online - Kebijakan gubernur Riau Annas Maamun, yang baru dua bulan terpilih, sangat layak di kecam. Alih-alih besicepat menunjukan kinerja yang cermerlang, ia justru sigap mengangkat kolega dan kerabatnya untuk menduduki sejumlah jabatan penting.
Mantan Bupati Rokan Hilir itu memboyong sekretaris Daerah Rokan Hilir Wan Amir Pirdaus menjadi Asisten II secretariat Daerah Provinsi Riau, lalu Doktor Anwar, yang sebelumnya menjabat Kepala Rumah Sakit Umum Rokan Hilir, di angkat menjadi Derektur Utama RSUD Arifin Achmad Pekan Baru.
Anas juga menunjuk Menantunya, Dwi Agus Sumarno, sebagai kepala Dinas Pendidikan Riau, Menantunya yang lain Maman Supriadi, diangkat menjadi Menejer club Sepak Bola PSPS Pekanbaru, pak Gubernur juga menujuk anak kandungnya Noor Charis Putra, 27 tahun, sebagai Kepala Seksi Jalan Dinas Pekerja Umum Provinsi Riau.
Ia rupanya tak mau kalah dari sejumlah gubernur lain yang membangun Dinasti Politik didaerahnya, seprti gubernur Banten Atut Chosiah dan gubernur Sulawesi Selata Syahrul Yasin Limpo. Didaerah lain, tidak sedikit Bupati atau Walikota yang digantikan Istri atau anaknya.
Upaya Annas ini seharusnya bisa dipotongsebelum menggurita, apa yang terjadi di banten  jelas menunjukan bahwa dinasti politik hanya memperkaya keluarga dan menyengsarakan rakyat. Proyek – proyek dibuat bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melainkan untuk mempertebal kantong para anggota keluarga.
Sepak terjang gubernur Annas jelas telah menghianati amanat reformasi yang mengharamkan praktek korupsi,kolusi dan nepotisme adalah kewajiban DPRD Riau, sebagai bagian tak terpisahkan dari pemerintah daerah, Provinsi Riau untuk mempertanyakan langkah Annas itu. Dewan harus memastikan apakah pengangkatan ini berdasarkan aturan dan asas  kepatutan.
Semestinya tak ada keraguan bagi perlamen melakukan pemanggilan itu,. Gubernur, bupati atau walikota jelas punya patokan yang baku bagai mana memutasikan atau mempromosikan bawahannya untuk jabatan tertentu. Aturan untuk itu sudah disiapkan oleh pemerintah  pusat.namun pada akhirnya keputusan memang ada ditangan kepala daerah tersebut.
Kementerian dalam negeri p[ernah menengari bahwa, pada 2013, terdapat 57 kepala daerah yang berusaha membangun dinasti politik. Dari 57 kepala daerah tersebut,17 akhirnya gagal meneruskan kekuasaan selebihnya sukses mengangkangi kursi nomor satu didaerah masing – masing.
Memangkas tindakan buruk ketika masih baru akan jatuh lebih efektif ketimbang ketika sebuah dinasti sudah berurut berakar seperti yang terjadi dibanten. Masyarakat juga harus bertanggung jawab karena mereka seprti membiarkan dinasti ini terus menguat dan pada saatnya mereka akan menyesel membiarkan hal itu terjadi.
Sebaliknya, banyak contoh diwilayah lain yang menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik(good governance). Pemerintah DKI Jakarta misalnya, melelang jabatan camat, lurah, dan akhir Kepala sekolah. Dari praktek ini, terlihat ada perbaikan kinerja satuan kerja perangkat daerah  (SKPD) atau lembaga paska-lelang jabatan ini. ( EDITORIAL/TEMPO)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar