Jumat, 04 April 2014

Istilah 4 Pilar Dihapus MK Tegaskan Pancasila Dasar Negara

Ilustrasi
JAKARTA, Suara LSM Online  — Mahkamah Konstitusi menghapus istilah empat pilar berbangsa dan bernegara yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan selain Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan Undang-Undang Dasar 1945. MK menegaskan, Pancasila adalah dasar negara sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945. Penyebutan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan justru akan menimbulkan kekacauan epistemologis, ontologis, dan aksiologis.
Demikian terungkap dalam putusan MK yang dibacakan Kamis (3/4) pada sidang terbuka yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva. MK mengabulkan permohonan yang diajukan Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar) yang merupakan kumpulan dosen, peneliti, mahasiswa, wartawan, dan lainnya.

Pemohon mempersoalkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 36 Ayat (3) Huruf b yang menyebutkan partai melakukan pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Pemohon mendalilkan, Pancasila merupakan dasar negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Soekarno menyebut Pancasila sebagai philosophische grondslag.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, frasa ”empat pilar berbangsa dan bernegara” dalam Pasal 36 Ayat (3) Huruf b
memosisikan Pancasila sebagai pilar yang memiliki kedudukan sama dan sederajat dengan yang lain. Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, frasa ”pilar” sama artinya dengan empat tiang penguat berbangsa dan bernegara atau empat dasar yang pokok atau induk dalam berbangsa dan bernegara. Hal tersebut, menurut MK, tidak tepat.

”Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi, yaitu di samping sebagai dasar negara juga dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya. Oleh karena itu, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang sedemikian itu,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.

Patrialis berbedaHakim Konstitusi Patrialis Akbar mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda), sedangkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan concurring opinion (sepakat dengan putusan MK, tetapi alasannya berbeda).

Patrialis berpendapat, seharusnya MK tidak menerima permohonan tersebut karena tidak termasuk persoalan konstitusional norma sebuah UU.

Arief berpendapat, penyebutan Pancasila sebagai salah satu pilar tidak berarti menempatkan sama kedudukannya dengan pilar lain. Setiap pilar memiliki kedudukan beragam. Meski demikian, ia sependapat penyebutan pilar untuk Pancasila bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pembukaan UUD 1945. (Kps/TIM)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar