Minggu, 06 April 2014

Selamatkan KPK, Petisi Online Didukung 15 Ribu Relawan

Jakarta, Suara LSM Online pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait revisi UU KUHP-KUHAP. "Kalau biasanya Jumat keramat sering diidentikan dengan KPK yang menangkap tangan atau mengumumkan status tersangka koruptor, pada Jumat kali ini kawan-kawan aktivis pemberantasan korupsi ingin menyatakan dukungannya pada KPK," kata pendiri Change.org Indonesia Arief Aziz di kantor KPK, Jakarta, Jumat. Menurut dia, petisi online yang digagas untuk menyelamatkan KPK dari pelemahan telah didukung oleh sedikitnya 15 ribu pendukung dan dimungkinkan bertambah dari hari ke hari. 
Petisi tersebut juga telah diserahkan kepada KPK. Sementara itu, penggagas petisi "www.change.org/SelamatkanKPK" Anita Wahid mendesak pemerintah untuk menarik pembahasan RUU KUHP-RUU KUHAP dari DPR periode 2009--2014. 
Sementara untuk DPR diminta agar menyetujui penarikan RUU tersebut. Selain itu, putri mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid itu juga berharap agar perumusan dan pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dilakukan oleh DPR dan Pemerintah periode 2014-- 2019 saja. Proses itupun harus dengan terbuka, melibatkan banyak pihak dan terpercaya serta terbebas dari kepentingan untuk lolos dari jerat hukum. 
Menurut Anita, RUU KUHP-KUHAP mengandung banyak pasal yang akan berpengaruh buruk terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini. Hal itu dapat terjadi karena pengembalian Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjadi Tindak Pidana Umum (TPU). "Jika RUU tersebut disahkan, koruptor menjadi diuntungkan karena hukuman untuk koruptor dalam RUU KUHP lebih ringan daripada dalam UU Tipikor yang saat ini berlaku." 
"Hukuman minimum untuk koruptor dalam RUU KUHP rata-rata hanya satu tahun penjara sedangkan di UU Tipikor yang sekarang hukuman buat koruptor lebih dari dua tahun bahkan sampai seumur hidup. KPK juga tidak bisa lagi menuntut koruptor jika RUU KUHP ini disahkan," katanya. Anita menganggap dalam RUU KUHAP, putusan bebas seorang koruptor di tingkat Pengadilan Negeri tidak dapat dikasasi ke Mahkamah Agung.
"Ditambah lagi jika RUU ini disahkan maka kewenangan lembaga-lembaga khusus seperti KPK dan PPATK akan hilang. Padahal kedua lembaga ini yang selama ini berjuang keras memberantas korupsi. Parahnya dalam revisi KUHAP mencakup penghapusan kewenangan penyelidikan penegak hukum termasuk juga KPK," kata Anita. Anita juga menyoroti terdapat keganjilan dalam proses pembahasan kedua RUU itu. Menurutnya, Panitia Kerja (Panja) DPR periode 2009-2014 dan Tim Penyusun RUU itu sebagian diisi oleh orang- orang yang terkait dan atau jadi pembela kasus-kasus korupsi yang sudah terbongkar KPK. 
"Jadi jelas ada konflik kepentingan dan bias. Apakah layak orang-orang ini membahas sebuah Rancangan Undang-Undang yang nantinya berpengaruh terhadap KPK dan Pemberantasan korupsi? Kita tidak ingin pembahasan RUU ini ditunggangi kepentingan untuk menyelamatkan diri oleh mereka-mereka yang terkait dengan kasus-kasus korupsi," katanya. (Ant/TIM)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar