Rabu, 25 Juli 2012

Hakim MK Pertanyakan Mengapa Pemerintah Kucurkan Dana Lapindo

Lumpur Lapindo


JAKARTA, (SUARA LSM) - Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mempertanyakan keputusan pemerintah mengucurkan dana penanganan Lumpur Lapindo, yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012.

"Kenapa negara ikut menanggulangi biaya di luar area terdampak (lumpur Lapindo). Atas dasar rasio apa sehingga pemerintah ikut membiayai di samping PT Lapindo Brantas," tanya Hamdan kepada pemerintah saat sidang Pengujian UU APBN-P 2012 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (24/7).

Sedangkan Hakim Konstitusi Akil Mochtar mempertanyakan sejak kapan pengalokasian  dana penanggulangan bencana lumpur Lapindo tersebut. "Apakah pengalokasian dana untuk masyarakat korban Lapindo baru direalisasikan tahun 2012 atau sejak kapan," tanya  Akil.

Ketua MK Mahfud MD, yang juga ketua majelis juga mempertanyakan munculnya Pasal 18 UU APBN-P tersebut. "Pasal 18 itu tiba-tiba ada perubahan angka tanpa proses pembahasan kepada publik. Apa yang sebenarnya terjadi," kata Mahfud.

Atas pertanyaan tiga hakim MK tersebut, Direktur Litigasi Kemenkumham Mualimin Abdi mengatakan bahwa pihaknya akan menjawab secara tertulis, karena ada beberapa data yang harus diikutsertakan.

"Kami sepakat akan menjawab secara tertulis atas pertanyaan majelis hakim, karena ada beberapa data yang harus kami cocokan," kata Mualimin.

Sidang pengujian UU APBN-P 2012 ini sebenarnya agendanya mendengarkan keterangan pemerintah, DPR, dan ahli pemohon, namun hanya pemerintah saja yang memberikan keterangan.

Sedangkan pihak DPR tidak hadir, sedangkan pemohon berjanji menghadirkan ahli pada sidang berikutnya. Pengujian pasal upaya penanggulangan lumpur Lapindo ini diajukan oleh Drs Ec H Tjuk K Sukiadi (pensiunan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya), Purnawirawan Marinir Suharto dan Ali Azhar Akbar (penulis buku berjudul Konspirasi SBY-Lapindo dan peneliti kasus lumpur Lapindo).

Para pemohon ini menilai, pasal ini menimbulkan potensi kerugian, karena keuangan negara yang bersumber dari pajak untuk membayar dan memberikan ganti rugi akibat kasus lumpur Lapindo yang seharusnya ditanggung oleh Lapindo Brantas Inc.

Dirjen Anggaran Kemkeu Herry Purnomo, saat memberikan keterangan di sidang, mengatakan bahwa luapan lumpur di Sidoarjo merupakan bencana alam dan bukan kesalahan manusia.

Bencana tersebut, lanjut dia, membawa dampak pada sendi-sendi kehidupan masyarakat sekitar sehingga pemerintah merasa harus turun tangan dalam memberikan bantuan.

Herry mengungkapkan bahwa pemerintah melalui Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), telah menetapkan dana sebanyak Rp1,5 triliun untuk tahun anggaran 2012.

Dia juga berpendapat bahwa pembentukan Pasal 18 UU APBN-P 2012 yang mengatur penanggulangan lumpur Lapindo merupakan suatu pilihan kebijakan yang bebas/terbuka yang diberikan UUD 1945.

"Pasal 18 UU APBN-P 2012 ditujukan untuk kemakmuran rakyat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga sudah sepatutnya tidak dapat dilakukan pengujian materil," kata Herry.

Dirjen Anggaran Kemkeu ini juga membantah tuduhan pemohon bahwa Lapindo Brantas tidak dimintai pertanggungjawaban. "Lapindo Brantas telah diminta untuk turut bertanggung jawab atas masalah sosial kemasyarakatan akibat semburan lumpur di Sidoarjo," katanya.

Hery juga mengatakan bahwa Lapindo Brantas harus menyelesaikan secara tuntas dengan membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur pada wilayah Peta Area Terdampak (PAT) tertanggal 22 Maret 2007. (ant)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar