Selasa, 10 Juli 2012

Buruh Migran, Publik Harus Kawal Revisi

Jakarta, (SUARA LSM) - PUBLIK harus proaktif dan terlibat penuh dalam memberi masukan dalam membangun sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia. Publik harus turut mengawal revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri yang sedang berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari, di Jakarta, Sabtu (7/7), mengatakan, kontrol publik sangat penting untuk menghasilkan regulasi perlindungan yang komprehensif bagi tenaga kerja Indonesia (TKI). DPR telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Internasional Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarga yang dilanjutkan dengan merevisi Undang-Undang No 39/2004. 

"Ada penelikungan terhadap kewajiban atas konsekuensi ratifikasi. Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) dan ILO (International Labor Organization, Organisasi Buruh Internasional) Jakarta bisa memantau dan mengingatkan sebelum disahkan," ujar Eva, yang baru kembali dari pertemuan di Yangoon, Myanmar. 

Menurut Eva, revisi UU No 39/2004 harus mengadopsi nilai-nilai dan prinsip yang terkandung dalam Konvensi Internasional Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarga. Pengabaian hal ini bisa membuat Indonesia mendapat peringatan serius dalam pertemuan rutin Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Revisi UU No 39/2004 sangat penting karena selama ini perlindungan TKI sangat lemah. UU lebih banyak mengatur soal penempatan ketimbang perlindungan. Dampaknya, TKI selalu menjadi obyek kebijakan penempatan yang eksploitatif dan menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. 

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, pemerintah dan DPR harus menunjukkan komitmen yang kuat membenahi perlindungan TKI dengan mengadopsi prinsip pokok konvensi dalam revisi UU No 39/2004. Anis Hidayah mengkhawatirkan draf revisi UU No 39/2004 DPR tidak berisi perubahan substansial dalam menciptakan sistem perlindungan TKI secara komprehensif. 

"Draf ini seperti kosmetika karena hanya menambahi kata-kata TKI dan anggota keluarga pada beberapa pasal tanpa membangun mekanisme perlindungan seutuhnya lewat regulasi. Ini membuat tugas kita semua sangat berat dalam memperjuangkan perlindungan TKI yang komprehensif," ujar Anis Hidayah. (net) 

0 $type={blogger}:

Posting Komentar