Senin, 24 September 2012

Pemerintah Dituntut Rampungkan 16 PP untuk BPJS


JAKARTA, (SUARA LSM) -  Pemerintah dituntut untuk segera merampungkan  sejumlah regulasi turunan untuk Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu sebanyak 16 Peraturan Pemerintah (PP). 

Pasalnya, waktu efektif untuk munculnya aturan-aturan tersebut tinggal 2 bulan lagi.   Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indra mengatakan, pihaknya prihatin karena sisa 2 bulan ke depan hingga 24 November 2012, belum ada satupun dari 16 PP yang seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah.   

“Artinya, pemerintah menganggap sepele terhadap proses pembuatan UU BPJS yang penuh dilematika dan kerumitan, dengan energi yang sangat besar. Ditambah kalangan buruh dan pekerja yang turun ke jalan untuk memastikan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial  Nasional (SJSN) dijalankan,” kata Indra dalam talkshow tentang BPJS di Jakarta, Senin (24/9).   

Indra mengaku pesimistis bahwa pemerintah akan mengeluarkan PP-PP tersebut sebelum tanggal 24 November 2012 yang merupakan tenggat terakhir sebelum PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. 

Sebab itu, dia mengemukakan, saat ini mayoritas fraksi di Komisi IX telah setuju untuk pembentukan Tim Pengawas (Timwas) BPJS.   

Menurutnya, belakangan pemerintah telah membahas sejumlah PP namun hingga kini belum terdapat kejelasan apapun. 

Timwas juga akan menyisir PP-PP yang bertentangan dengan UU, sehingga bisa saja batal demi hukum, karena aturan khusus tidak boleh bertentangan dengan aturan umum atau yang di atasnya.   

“Kalau terlambat itu ‘kan berarti melanggar konstitusi. Sebab itu kami membentuk Timwas BPJS untuk mengawasi kinerja pemerintah, jika telah melampaui tenggat waktunya, kami akan bawa ke Mahkamah Konstitusi,” tegas Indra.   

Indra menjelaskan, dirinya tidak khawatir dengan infrastuktur Jamsostek dan Taspen saat ini untuk menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi, Taspen dan Asabri baru akan bergabung dengan Jamsostek pada 2029. Namun, hal yang paling dikhawatirkan menurutnya adalah ketidakjelasan regulasi dan political will dari pemerintah.   

Kepala Biro Sumber Daya Manusia Jamsostek Abdul Latief Algaff mengutarakan pendapat yang senada dengan Indra. Menurutnya, regulasi merupakan tantangan utama dari tiga tantangan yang dicatatnya terkait implementasi UU BPJS. Dia melihat, harus ada sinkronisasi dan harmonisasi setiap peraturan hingga ke tingkat PP dan Peraturan Presiden (Perpres).   

“Pemerintah memang punya tanggung jawab besar untuk merumuskan banyak regulasi. Jamsostek sampai sekarang terus memberikan masukan kepada pemerintah, agar pada 1 Januari 2013, BPJS Ketenagakerjaan sudah bisa beroperasi,” tegasnya.   

Tantangan kedua yang menurutnya cukup memakan energi banyak adalah pembangunan infrastruktur, baik teknologi informasi, jaringan, maupun SDM Jamsostek nantinya. Saat ini, Jamsostek telah memiliki 121 cabang dengan 3.000 karyawan, namun setelah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, total karyawan menurutnya bisa mencapai 5.000 orang lebih.   

“Ketiga, tantangan yang tidak kalah penting adalah sosialisasi secara masif. Semua pekerja, apalagi para peserta Jamsostek, harus mengetahui tentang hak dan kewajiban mereka ketika Jamsostek telah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Begitu pula mengenai beban yang ditanggung pengusaha,” kata dia.   

Iuran Pensiun 

Menurut Latief, formula beban iuran jaminan hari tua (JHT) Jamsostek saat ini yang sebesar 5,7% tidak cukup jika digunakan untuk formula beban iuran pensiun nantinya. Pasalnya, konsep iuran pensiun tersebut akan menjadi Manfaat Tetap dari BPJS Ketenagakerjaan, yang secara hitungan lebih berat. Saat ini, konsep yang dipakai adalah Iuran Tetap.   

“JHT itu ‘kan dibayar satu kali saja setelah peserta Jamsostek pensiun. Tapi kalau dana pensiun Manfaat Tetap itu dibayar secara berkala (reguler). Memang dengan adanya Manfaat Tetap, yang namanya pesangon itu tidak perlu ada,” kata dia.   

Latief menjelaskan, formula 5,7% tersebut dibagi menjadi 2% yang ditanggung peserta (dipotong melalui gaji) dan 3,7% ditanggung pengusaha. 

Menurutnya, formula yang ideal untuk dana pensiun Manfaat Tetap adalah 15%, yang bebannya dibagi menjadi dua untuk karyawan dan pengusaha.   

“Di Malaysia, bebannya itu bahkan 23%, pekerja menanggung 11%, sisanya pengusaha. Di Filipina saja 8% ditanggung pekerja,” pungkas Latief.  (net)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar