Jumat, 29 Juni 2012

Bandara Soetta Bisa Tenggelam 20 Tahun Lagi?

Jakarta, (SUARA LSM) - Bandar udara idealnya harus jauh dari permukiman dan aman dari hantaman banjir rob. Sayangnya, Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma Jakarta tak memenuhi standar ini. Bahkan Bandara Soetta bisa tenggelam 20 tahun lagi. Lho?
Sebagaimana Halim, kawasan Bandara Soetta juga mulai dipenuhi pembangunan properti. Sebuah grand design baru bandara internasional ini juga te¬ngah dipersiapkan, yang ditargetkan selesai pada 2014. Pengembangan bandara ini harus mampu mengantisipasi kondisi 50 tahun ke depan.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga berpendapat, konsep pengembangan Bandara Internasional Soekarno-Hatta harus bersifat jangka panjang. Pengelola bandara harus sudah memprediksi ke¬mung¬ki¬nan yang terjadi di masa-masa mendatang.
Nirwono menga¬ta¬kan, ke¬be¬ra¬daan bandara yang ada saat ini sa¬ngatkah rawan, karena cukup dekat dengan laut. Akhirnya trans¬portasi menuju bandara ke¬rap mengalami gang¬guan, seper¬ti air pasang dan ban¬jir.
“Saya khawatir kawasan ban¬dara akan tenggelam 20 tahun ke depan, mengingat saat ini per¬mu¬kaan tanah mulai menurun dan air laut semakin meninggi,” tuturnya.
Nirwono menegaskan, pemba¬ngunan jalur kereta harus diper¬cepat. Pasalnya, moda trans¬por¬tasi kereta sudah terbukti lebih efi¬sien dan bisa lebih banyak mengangkut penumpang serta lebih cepat. Faktor lain yang ha¬rus diper¬hatikan adalah sterili¬sasi kawasan bandara.
“Seharusnya kawasan bandara steril dari bangunan apapun, baik permukiman pen¬duduk maupun gedung pencakar langit, hotel, dan lain-lain. Makanya, perlu dilakukan tata ruang yang lebih aman dan lebih ketat. Ini bertu¬juan agar bandara bisa benar-benar steril dari gangguan, baik gangguan alam seperti banjir maupun gangguan teknis dari manusia itu sendiri,” ujarnya.
Seperti diberitakan, kebera¬da¬an Bandara Internasional Soe¬kar¬no-Hatta jauh tertinggal di¬ban¬dingkan bandara di sejumlah ibu kota negara lain. Fasilitas trans¬portasi, ruang tunggu, food court, toilet, ataupun teknologi infor¬masinya, ketinggalan zaman.
Apalagi membandingkannya dengan bandara di negara-negara maju di Asia Timur seperti In¬cheon International Airpot di Korea Selatan, Handea Inter¬na¬tional Airport di Jepang, atau Hong Kong International Airport.
Dibandingkan bandara-ban¬dara di Asia Tenggara saja, se¬perti Changi International Aiport Si¬ngapura, Suvarnabhumi Thai¬land, dan Kuala Lumpur In¬ter¬na¬tional Airport,Malaysia, kon¬disi Bandara Soekarno-Hatta jauh tertinggal.
Bahkan, peralatan navigasi pun tertinggal. Untuk mengejar keter¬tinggalan tersebut, penge¬lola ban¬dara mulai melakukan pem¬be¬nahan. Salah satunya, mem¬buat grand design baru yang mulai dibangun tahun ini.
Tahap awal, lokasi parkir inap dipindahkan. Selanjutnya, perlu¬asan dilakukan secara bertahap. Untuk perluasan bandara, PT Angkasa Pura II membutuhkan lahan seluas 830 hektare. Perlua¬san lahan itu dibutuhkan untuk pe¬nambahan fasilitas bandara, yaitu jalur kereta api menuju ban¬dara dan Terminal 4.
Dikepung Padatnya Permukiman Penduduk...
Peristiwa jatuhnya pesawat Fokker-27 pada Kamis (21/6) pe¬kan lalu terus mendapat perha¬tian. Pasalnya, pesawat jatuh di permukiman penduduk yang ti¬dak jauh dari kawasan bandara.
Padahal, sesuai aturan pener¬bangan, dalam radius kilometer tertentu lapangan terbang harus bebas dari bangunan tinggi mau¬pun permukiman penduduk, ka¬rena sangat membahayakan.
Pengamat penerbangan Ruth Hanna Simatupang menyatakan, suatu kesalahan besar jika mem¬biarkan kawasan bandara dipe¬nuhi permukiman penduduk.
“Se¬harusnya kawasan sekitar bandara tidak dipenuhi ba¬ngu¬nan, baik warung maupun per¬kantoran dan pemukiman pen¬duduk permanen,” ujarnya.
Menurut Hanna, keberadaan Bandara Halim Perdana Kusuma sebenarnya sudah sesuai perun¬tukan¬nya sebagai lapangan ter¬bang atau bandara. Bahkan jika dilihat dari sejarahnya, kebe¬ra¬daan bandara jauh lebih dulu ada ketimbang permukiman pen¬du¬duk. Karenanya, dia tidak setuju jika Bandara Halim harus dipin¬dah karena makin padatnya per¬mu¬kiman penduduk.
Dari hasil pengamatannya, ham¬pir seluruh bandara di Indo¬nesia saat dibangun awal sebe¬nar¬nya jauh dari permukiman pen¬¬duduk. Namun dalam hitu¬ngan tahun, langsung muncul ba¬ngu¬nan properti, perkantoran dan bangunan penduduk lainnya.
Disinggung soal pesawat Fok¬ker-27 yang jatuh, dia mengaku menyayangkan, pesawat ter¬sebut tidak memiliki kotak hi¬tam. Pa¬dahal, meski pesawat militer se¬kali pun, kotak hitam dia nilai te¬tap sangat dibutuhkan untuk me¬ngetahui kecepatan angin dan pembicaraan pilot dengan co-pi¬lot, hingga dike¬tahui penyebab kecelakaan bila akihirnya terjadi.
“Kotak hitam itu kan bukan berisikan rahasia negara atau ke¬kuatan militer. Tapi hanya me¬nge¬¬tahui cuaca dan percakapan pilot dengan co-pilot selama pe¬ner¬ba¬ngan, khususnya saat meng¬¬ha¬dapi ma¬salah,” jelasnya.
Pesawat Fokker-27 itu, lanjut Hanna, jika memang digunakan untuk kepentingan militer, seha¬rusnya tidak boleh mengangkut penumpang sipil, meski korban¬nya adalah keluarga militer.
“Ha¬rus ada ketegasan dari pim¬pinan. Kalau buat kepenti¬ngan militer ya jangan diguna¬kan untuk mengangkut penum¬pang umum,” kritiknya.
Hanna menduga, Fokker-27 jatuh karena terbang terlalu ren¬dah saat melakukan touch and go. “Ka¬lau dia punya power un¬tuk naik lagi, pasti tidak akan se¬perti itu. Itu kondisi salah satu sa¬yap pe¬sa¬wat¬nya kena ba¬ngun¬an, dan akan pull-up tidak bisa,” katanya.
Pengamat penerbangan lain¬nya, Arista Atmadjati menilai, bisa saja Fokker-27 jatuh karena gagal bermanuver akibat mesin pe¬sawat yang sudah tua. “Kan Fokker itu umurnya sudah 39 ta¬hun. Risiko terjadi kesalahan tek¬nis juga besar karena sudah ku¬rang lincah,” kata Arista.
Apalagi, lanjut Arista, pesawat yang jatuh di Komplek TNI AU Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta itu, usianya sudah ter¬bi¬lang tua. Pesawat bermesin tur¬boprop ini dibuat di pabrik Fok¬ker, Belanda, pada 1975, dan di¬gunakan TNI Angkatan Udara pada 1976-1977. “Saatnya pesa¬wat yang menjadi alat utama sis¬tem persenjataan (alutsista) TNI itu diremajakan,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelum¬nya, sebanyak 11 korban mening¬gal dunia akibat jatuhnya pesawat Fokker-27 milik TNI AU di Kompleks Rajawali dekat Ban¬dara Halim Perdanakusuma, Ka¬mis (21/6), pukul 14.45 WIB. Delapan rumah rusak dan belas¬an lainnya luka-luka. (miol)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar