Rabu, 29 Agustus 2012

Indonesia Perlu Pemimpin Jujur yang Tidak ‘Merampok’

Politisi senior PDI Perjuangan, Sabam Sirait

JAKARTA, (SUARA LSM) - Indonesia harus mempunyai pemimpin yang jujur dan tidak “merampok”. Karena itu perlu aturan dan pengawasan yang ketat sebagai rambu bagi pemimpin tersebut.   Hal itu disampaikan politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sabam Sirait kepada SP, di Jakarta, Selasa (28/8).

 “Kita harus punya pemimpin yang jujur yang tidak merampok. Buat peraturan, kalau merampok bisa ketahuan. Pengawasan selama lima tahun kepemimpinan juga perlu dilakukan,” kata Sabam.   

Sabam mengemukakan, pemimpin bangsa ini ke depan juga harus benar-benar memahami Indonesia. Selain itu, seorang pemimpin perlu mencermati perkembangan politik nasional dan yang akan datang.   

Secara khusus, kepemimpinan nasional sudah diatur jelas dalam perundang-undangan yang berlaku. Artinya, calon pemimpin wajib mematuhi persyaratan yang diatur dalam undang-undang (UU) itu. “Kalau syarat kepemimpinan nasional sudah ada di UU. Tapi, secara umum pemimpin harus tahu yang apa diurus. Kalau presiden, harus tahu Indonesia seperti apa. Dia harus paham Indonesia termasuk sejarah politik yang terjadi,” jelas Sabam.   

Ditambahkan, rasa nasionalisme perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Namun hal tersebut harus diimbangi dengan pengetahuan mengenai dunia internasional. Misalnya terkait perkembangan wilayah Asia Tenggara. “Pemimpin mesti punya nasionalisme. Bagaimana dia tahu soal Asia Tenggara itu juga penting. Jangan sampai pemimpin itu tidak tahu sama sekali,” imbuhnya.   

Sabam berharap Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dapat berjalan dengan baik. Dikatakan, biarlah rakyat menentukan pemimpin yang akan dipilih.   Sedangkan menyangkut dibukanya ruang tokoh non partai menjadi kandidat presiden, menurut Sabam, hal tersebut merupakan wewenang dari masing-masing partai. “Pemilu dan Pilpres 2014 harus berjalan baik. Orangnya siapa, biar rakyat yang menentukan. Calon presiden (capres) mesti diusung partai politik (parpol). Tapi apakah capres itu bukan anggota parpol, bisa saja dan tidak dilarang. Partai bisa memilih calon dari dalam maupun luar partai,” ujar Sabam.   

Pada kesempatan tersebut, Sabam mengkritisi sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terkesan tidak ingin mencampuri masalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri dalam kasus simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas (Korlantas). “Pemimpin itu perlu tahu. Jangan dikatakan bahwa dia tidak bisa mencampuri KPK dan Polri, padahal dia (posisinya) di atas (dua lembaga penegak hukum) itu,” tukas Sabam.   

Bahkan, lanjut dia, kalau kejaksaan dan Polri bekerja tidak baik sepenuhnya menjadi tanggung jawab presiden. “Kalau perlu, ganti Kapolri dan Jaksa Agung jika memang ada pelanggaran. Jangan justru lepas tangan,” tegasnya. (SP)  

0 $type={blogger}:

Posting Komentar