Jumat, 21 Maret 2014

KPK Patut Tetapkan Sutan Bhatoegana Jadi Tersangka

Jakarta Suara LSM Online - Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan Politisi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana sebagai tersangka kasus suap Kepala SKK Migas Rudi Rubaindini yang kini sudah dipecat dan berstatus menjadi tahanan KPK.

GALAK memaparkan, saat bersaksi dalam persidangan dengan terdakwa Simon Gunawan Tanjaya pada 28 November 2013 lalu, Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) non-aktif Rudi Rubiandini mengungkapkan kalau uang US$ 200.000 yang diterimanya dari Deviardi telah dia berikan kepada anggota Komisi VII DPR RI. 

Selanjutnya, menurut Rudi, uang tersebut diberikannya ke Komisi VII DPR melalui Anggota Fraksi Partai Demokrat, Tri Yulianto yang juga anggota Komisi VII DPR. Mulanya, masih menurut Rudi, ada permintaan uang tunjangan hari raya (THR) dari Komisi VII DPR kepadanya. Karena adanya permintaan THR itu, Rudi mengaku terpaksa menerima uang US$ 200.000 dari Deviardi. Sebelumnya, KPK memeriksa Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana dalam kasus yang sama. Seusai diperiksa, Sutan membantah adanya permintaan THR oleh Komisi VII DPR tersebut.

Meski dia membantah, namun dalam dakwaan Rudi yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada 7 Januari 2014, Sutan disebut menerima uang US$ 200.000 dari Rudi. Jaksa Riyono menjelaskan, uang yang diserahkan ke Sutan merupakan bagian dari US$ 300.000 yang diterima Rudi dari bos Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong. Dari uang US$ 300.000 tersebut, Rudi berikan kepada Sutan melalui Tri Yulianto sebesar US$ 200.000 di sebuah toko buah All Fresh di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan pada 26 Juli 2013. Riyono memaparkan, uang US$ 300.000 diterima Rudi dari Deviardi di Gedung Plasa Mandiri di Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Adapun Deviardi menerima uang itu dari anak buah Widodo, Simon.

Untuk menindaklanjuti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudi, Petugas KPK pada 16 Januari 2014 melakukan penggeledahan ruang kerja Tri Yulianto, di lantai 10 Nomor 1013, Gedung Nusantara 1, DPR/MPR, di Jakarta. Selanjutnya KPK menggeledah rumah Tri Yulianto di Jl Wijaya Kusuma Blok 1 No 1, Duren Sawit, Jakarta Timur. Setelah itu penyidik KPK menggeledah ruang kerja Sutan di lantai 9 nomor 0905, termasuk juga menggeledah rumah mewah Sutan yang berlokasi di Jl Sipatahunan No 26, Komplek Vila Duta, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat. Setelah penggeledahan itu Sutan tak lagi mudah dihubungi oleh pers. Dihubungi melalui BBM hanya dibaca saja, ditelepon tidak menyahut.

Ikhsan Modjo, Juru Bicara Partai Demokrat kemudian mengatakan, jika ada tudingan yang sama sekali tidak berdasar alias fitnah, yang hanya berdasar pada gosip dan isu yang tidak faktual, dipastikan masyarakat sudah dewasa dan bisa menilai. 

Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK) justru sebaliknya, mematahkan pernyataan Ikhsan. GALAK mencermati dengan adanya fakta dari persidangan dan adanya penggeladahan baik di ruang kerja maupun di rumah Tri Yulianto dan Sutan, telah mengarah pada dugaan keterlibatan kedua anggota dewan tersebut dalam kasus SKK Migas. Maka GALAK mendesak, sepatutnya KPK segera menjadikan Sutan sebagai tersangka.

“Sepatutnya KPK segera jadikan Sutan Bhatoegana tersangka!” seru Panglima GALAK Binsar Effendi Hutabarat yang juga Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) dalam keterangan kepada persnya, Sabtu (18/1/2014). 

Pasalnya, menurut Binsar, sangat naif jika Rudi mempercayai seorang anggota Komisi VII DPR seperti Tri Yulianto yang meminta THR, lalu Rudi semudah itu memberikan. Sebaliknya, tidak mungkin Tri Yulianto mau terima duit dari Rudi jika tidak diperintah oleh sang ketua komisinya, dalam hal ini Sutan, Ketua Komisi VII, dan Rudi pun meyakinkan uang sejumlah US$ 200.000 akan Tri Yulianto serahkan kepada Sutan.

Kendati Ketua Komisi VII Sutan dalam jumpa pres di ruang sidang Komisi VII Gedung, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 2 Desember 2013, mengklarifikasi Anggotanya Tri Yulianto pascapenyebutan namanya di Pengadilan Tipikor menerima uang THR sebesar US$ 200 ribu, membantah menerima THR dari SKK Migas. 

Dalam penilaian GALAK, publik tidak semudah itu mempercayai bantahan Sutan. Sebab Rudi sebut pada awal bulan puasa 2013 Sutan pernah minta THR kepadanya untuk Komisi VII yang dipimpin Sutan. Permintaan THR tersebut disampaikan Sutan karena lebaran akan tiba. Setelah itu menurut Rudi, dirinya beberapa kali bertemu dengan Sutan dan selalu bertanya soal THR. “Bantahan Sutan itu jelas tidak jujur”, tandas Binsar Effendi yang juga Wakil Ketua Umum FKB KAPPI Angkatan 1966.

Kepala Staf Investigasi dan Advokasi GALAK Muslim Arbi, bahkan meminta KPK untuk tidak sebatas memenjarakan Rudi, Sutan pun harus masuk bui. “Mulut besarnya yang pernah tuding Pertamina rusak dan Pertamina membangkrutkan bangsa, layak masuk prodeo yang lama, bila perlu dinusakambangkan. Itu harapan para pensiunan Pertamina, yang justru mendengar jika anak Sutan bekerja di SKK Migas peroleh gaji besar, baru jadi Ketua Komisi VII rumah mewahnya banyak, dan sodaranya tak jarang meminta kerjaan untuk usahanya di Pertamina” sergahnya. 

Jika benar, ujar Muslim Arbi yang juga Koordinator Eksekutif Gerakan Perubahan (GarpU), itu penyebaran pesan singkat Sutan yang isinya soal bahaya fitnah pada 16 Januari 2014 dini hari melalui Tahajjud Call, yang menulis Rasulullah SAW bersabda, Fitnah itu sedang tidur (reda) dan laknat Allah terhadap orang yang membangkitkannya (HR Arrafi'i). “Pesan itu merupakan pengelabuan terhadap publik, dan publik tak mudah dialihkan ke soal pesan Islami yang justru menjadi ‘pelecehan’ terhadap agama yang dilakukan Sutan”, ujar Muslim Arbi yang diantara kawan-kawan aktivisnya memanggilnya ustad.

Bahkan Muslim Arbi lebih meminta KPK agar tidak berhenti pada Rudi dan Sutan, dengan dijadikannya tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno dalam dugaan menerima pemberian hadiah atau janji (gratifikasi) uang sebesar US$ 200.000 terkait kasus SKK Migas oleh KPK, dan uang tersebut memiliki kesamaan nomor seri dengan uang suap yang diterima Rudi, maka dugaan keterlibatan Menteri ESDM Jero Wacik sangat tidak tertutup kemungkinannya. 

Jangan kemudian oleh KPK membedakan antara institusi dan personal-personal yang terkena kasus, ujar Muslim Arbi, itu harus satu paket. Pasalnya SKK Migas itu diawasi oleh Kementerian ESDM. Jadi, ketika Menteri ESDM Jero Wacik mengaku tidak tahu menahu, itu jelas membohong. 

“Sejak Menteri ESDM Darwin Zahedi Saleh, mata uang dolar AS itu sudah dijadikan uang operasional buat menteri yang dipegang oleh sekjen. Apalagi Jero mengaku sulit untuk mengawasi satu per satu semua pegawai yang ada di Kementerian ESDM, sedangkan Waryono itu sekjen yang menjabat sejak Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Dan ingat, Jero itu juga Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Maka menjadi setali tiga uang jika suap menyuap itu juga terjadi sebelum operasi tangkap tangan Rudi dan yang terkait dugaan Sutan minta THR sama Rudi. Bukan main bobroknya partai penguasa ini,” bebernya. (Pesat news/TIM)

0 $type={blogger}:

Posting Komentar