Senin, 07 April 2014

ICI Minta Menteri BUMN Evaluasi Kinerja Dirut PT Pelindo II

* Pengadaan Tiga Unit Crane TA 2010 Diduga Bermasalah

Direktur Utama Pelindo II, Richard Joost Lino
Jakarta, SUARA LSM Online - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan diminta untuk mengevaluasi kinerja Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) terkait pengadaan tiga unit crane peti kemas kapasitas 40 ton untuk kebutuhan cabang Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak yang diduga bermasalah. Demikian dikatakan Franky, Wakil Ketua Indonesian Corruption Investigation (ICI) saat berkunjung ke Redaksi Suara LSM Online, belum lama ini.
    Dijelaskan Franky, pada tahun anggaran 2010 lalu, saat pengadaan tiga unit crane peti kemas untuk kebutuhan tiga cabang pelabuhan tersebut, Dirut PT Pelindo II RJ Lino diduga kuat melakukan persekongkolan dengan perusahaan Hua Dong Heavy Machinery (HDHM). Berdasarkan data, dugaan persekongkolan terjadi sebab pengadaan tiga unit crane peti kemas tidak melalui proses pelelangan, sehingga bertentangan dengan peraturan pemerintah (PP) tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Selain mengabaikan PP, Dirut PT Pelindo II juga mengabaikan saran dari jajarannya lewat nota dinas yang disampaikan, terkait proses pengadaan crane tersebut, ujar Franky.
     Menurut dia, disinyalir Sang Dirut mengedepankan kepentingan pribadi dan koleganya, karena pada tanggal 6 Juli 2010, Dirut menerbitkan surat kepada pimpinan Bank Mandiri Cabang Jakarta Tanjung Priok Tawes untuk memindahbukukan dana sebesar US $ 3.110.800 kepada rekening perusahaan HDHM di Cina. “Pembayaran pengadaan tiga unit crane tersebut kepada perusahaan HDHM kami pertanyakan, sebab pada tanggal Maret 2010, Kepala Biro Pengadaan Wahyu Hardiyanto melalui Nota Dinas No.PR.100/I/12/BP-10 kepada Direktur Operasional dan Tehnik menyebutkan dari tiga perusahaan yang menyampaikan dokumen penawaran yakni Perusahaan ZPMC dan HDHM. Dalam nota dinas itu, Wahyu menyebutkan setelah dilakukan evaluasi administrasi dan tehnis, perusahaan ZPMC dan HDHM tidak memenuhi persyaratan tehnis. Karena berdasarkan klarifikasi, produk yang ditawarkan adalah produk standar Cina,” tegasnya.   
     Dijelaskan Franky, dalam nota dinasnya, Wahyu juga menyebutkan bahwa berdasarkan dokumen para peserta pemilihan langsung, telah dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawar terendah pertama yakni perusahaan HDHM, harga pengadaan untuk QCC single lift masih dibawah OE/HPS, namun untuk pemeliharaan QCC diatas OE/HPS,” imbuh Franky mengutip data nota dinas yang diperolehnya.
     Dipaparkan lagi, berdasarkan laporan Direktur Operasional dan Tehnik No. No.PR.100/I/16/BP-10 kepada Dirut PT Pelindo II atas pekerjaan pengadaan tiga unit crane peti kemas oleh perusahaan HDHM disebutkan, yakni particural data QCC yang disampaikan perusahaan HDHM tidak lengkap. Namun, berdasarkan hasil klarifikasi, sebagaimana tertuang dalam laporan, bahwa perusahaan HDHM akan melengkapi particural data dimaksud. 
     Dalam laporannya, kata Franky, Wahyu juga menyebutkan dari 16 item vendor list, sebagaimana tertuang dalam RKS teknis, perusahaan HDHM menyampaikan enam vendor list yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam RKS teknis. Dan hasil negosiasi, perusahaan HDHM menyesuaikan dengan vendor list sesuai persyaratan dalam RKS teknis. Dan dalam particular data dari HDHM juga tidak menyebutkan standar desain dan pabrikan yang digunakan, tandasnya.
    Menurut Franky lagi, Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino yang dikonfirmasi LSM Indonesian Corruption Investigation (ICI) melalui telepon, menurut staf penerima telepon Enjel menganjurkan ICI menghubungi Sekretaris  Dirut di lt 7 Kantor Pelindo II. Namun, pihak Sekretaris  Dirut yang dikontak melalui telepon ternyata juga tidak bisa dihubungi.
   Terkait dugaan penyimpangan tersebut, LSM ICI meminta pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menindaklanjuti hal ini. “Karena proses pengadaan tiga unit crane bernilai ratusan miliar rupiah tersebut selain berpotensi merugikan keuangan negara, juga terindikasi melanggar Undang-Undang No.5 th 1999 tentang Persaingan Tidak Sehat,” tegas Franky lagi.(St/RK)   

0 $type={blogger}:

Posting Komentar